ROSSA ROSLAINA
“Gairah
Lubang Pokek Rossa Yang Berbulu”
Usiaku sudah hampir mencapai tiga puluh lima, ya… sekitar 3 tahunan
lagi lah. Aku tinggal bersama mertuaku yang sudah lama ditinggal mati suaminya
akibat penyakit yang dideritanya. Dari itu istriku berharap aku tinggal di
rumah supaya kami tetap berkumpul sebagai keluarga tidak terpisah. Di rumah itu
kami tinggal 7 orang, ironisnya hanya aku dan anak laki-lakiku yang berumur 1
tahun berjenis kelamin cowok di rumah tersebut, lainnya cewek. Jadi… begini nih
ceritanya. Awal September lalu aku tidak berkerja lagi karena mengundurkan
diri. Hari-hari kuhabiskan di rumah bersama anakku, maklumlah ketika aku
bekerja jarang sekali aku dekat dengan anakku tersebut. Hari demi hari kulalui
tanpa ada ketakutan untuk stok kebutuhan bakal akan habis, aku cuek saja bahkan
aku semakin terbuai dengan kemalasanku. Pagi sekitar pukul 9 wib, baru aku
terbangun dari tidur.
Kulihat anak dan istriku tidak ada disamping, ah… mungkin lagi di beranda cetusku dalam hati. Saat aku mau turun dari tempat tidur
terdengar suara jeritan tangis anakku menuju arah pintu. seketika itu pula
pintu kamar terbuka dengan tergesanya. Oh… ternyata dia bersama tantenya Rosa
yang tak lain adalah adik iparku, rupanya anakku tersebut lagi pipis dicelana.
Rosa mengganti celana anakku, “Kemana mamanya, Sa…?” tanyaku. “Lagi ke pasar
Bang” jawabnya “Emang gak diberi tau, ya?” timpalnya lagi. Aku melihat Rosa
pagi itu agak salah tingkah, sebentar dia meihat kearah bawah selimut dan
kemudian salah memakaikan celana anakku.
“Kenapa kamu?” tanyaku heran
“hmm Anu
bang…”sambil melihat kembali ke bawah.
“Oh… maaf ya, Sa?” terkejut aku, rupanya
selimut yang kupakai tidur sudah melorot setengah pahaku tanpa kusadari, aku
lagi bugil. Hmmm… tadi malam abis tempur sama sang istri hingga aku kelelahan dan
lupa memakai celana hehehe….
Anehnya, Rosa hanya tersenyum, bukan tersenyum malu, malah beliau
menyindir
“Abis tempur ya, Bang. Mau dong…” Katanya tanpa ragu “Haaa…”
Kontan
aja aku terkejut mendengar pernyataan itu. Malah kini aku jadi salah tingkah
dan berkeringat dingin dan bergegas ke toilet kamarku. Dua hari setelah mengingat pernyataan Rosa kemarin pagi, aku tidak
habis pikir kenapa dia bisa berkata seperti itu. Setahu aku tuh anak paling
sopan tidak banyak bicara dan jarang bergaul. Ah… masa bodoh lah, kalau ada
kesempatan seperti itu lagi aku tidak akan menyia-nyiakannya. Gimana gak aku
sia- siakan, Tuh anak mempunyai badan yang sangat seksi, Kulit sawo matang,
rambut lurus panjang. Bukannya sok bangga, dia persis kayak bintang film dan
artis sinetron Titi kamal. Kembali momen yang kutunggu- tunggu datang, ketika
itu rumah kami lagi sepi- sepinya. Istri, anak dan mertuaku pergi arisan ke
tempat keluarga almahrum mertua laki sedangkan iparku satu lagi pas kuliah. Hanya
aku dan Rosa di rumah. Sewaktu itu aku ke kamar mandi belakang untuk urusan
“saluran air”, aku berpapasan dengan Rosa yang baru selesai mandi. Wow, dia
hanya menggunakan handuk menutupi buah dada dan separuh pahanya. Dia tersenyum
akupun tersenyum, seperti mengisyaratkan sesuatu. Selagi aku menyalurkan hajat
tiba-tiba pintu kamar mandi ada yang menggedor.
“Siapa?” tanyaku
“Duhhhh… kan cuma kita berdua di rumah ini, bang” jawabnya.
“Oh iya, ada apa, Sa…?” tanyaku lagi
“Bang, lampu di kamar aku mati tuh”
“Cepatan dong!!”
“Oo… iya, bentar ya” balasku sambil mengkancingkan celana dan
bergegas ke kamar Rosa. Aku membawa kursi plastik untuk pijakan supaya aku dapat
meraih lampu yang dimaksud.
“Sa, kamu pegangin nih kursi ya?” perintahku
“OK, bang” balasnya.
“Kok kamu belum pake baju?” tanyaku heran.
“Abisnya agak gelap, bang?”
“ooo…!?”
Aku berusaha meraih lampu di atasku.
Tiba-tiba saja entah bagaimana kursi plastik yang ku injak oleng ke
arah Rosa. Dan… braaak aku jatuh ke ranjang, aku menghimpit
Rosa..
“Ou…ou…” apa yang terjadi. Handuk yang menutupi bagian atas tubuhnya terbuka.
“Maaf, Sa”
“Gak apa-apa
bang”
Anehnya Rosa tidak segera menutup handuk tersebut aku masih berada
di atas tubuhnya, malahan dia tersenyum kepadaku. Melihat hal seperti itu, aku yakin
dia merespon. Kontan aja barangku tegang. Kami saling bertatap muka, entah
energi apa mengalir ditubuh kami, dengan berani kucium bibirnya, Rosa hanya
terdiam dan tidak membalas.
“Kok kamu diam?”
“Ehmm… malu, Bang”
Aku tahu dia belum pernah melakukan hal ini.
Terus aku melumat bibirnya yang tipis berbelah itu. Lama-kelamaan ia membalas
juga, hingga bibir kami saling berpagutan. Kulancarkan serangan demi serangan,
dengan bimbinganku Rosa mulai terlihat bisa meladeni gempuranku. Payudara miliknya
kini menjadi jajalanku, kujilati, kuhisap malah kupelintir dikit.
“Ouhh… sakit, Bang. Tapi enak kok”
“Sa… tubuh kamu bagus sekali, sayang… ouhmmm”
Sembari aku melanjutkan kebagian perut, pusar dan kini hampir dekat
daerah kemaluannya. Rosa tidak melarang aku bertindak seperti itu, malah ia
semakin gemas menjambak rambutku, sakit emang, tapi aku diam saja.
Sungguh indah
dan harum pokeknya Rosa, maklum ia baru saja selesai mandi. Bulu terawat dengan
potongan tipis. Kini aku menjulurkan lidahku memasuki liang pokeknya, ku hisap
sekuatnya sangkin geramnya aku.
“Adauuu…. sakiiit” tentu saja ia melonjak kesakitan.
“Oh, maaf Sa”
“Jangan seperti itu dong” merintih ia
“Ayo lanjutin lagi” pintanya
“Tapi, giliran aku sekarang yang nyerang”
aturnya kemudian Tubuhku kini terlentang pasrah. Rosa langsung saja
menyerang daerah sensitifku, menjilatinya, menghisap dan mengocok dengan
mulutnya.
“Ohhh… Sa, enak kali sayang, ah…?” kalau yang ini entah ia pelajari dari mana, masa bodo
ahh…!!
ahh…!!
“Duh, gede amat barang mu, Bang”
“Ohhh….”
“Bang, Rosa sudah tidak tahan, nih… masukin punya mu, ya Bang”
“Terserah kamu sayang, abang juga tidak tahan”
Rosa kini mengambil posisi duduk di atas tepat agak ke bawah perut
ku. Ia mulai memegang kemaluanku dan mengarahkannya ke lubang pokeknya. Semula agak
sulit, tapi setelah ia melumat dan membasahinya kembali baru agak sedikit
gampang masuknya.
“Ouuu…ahhhhh….” …
seluruh kemaluanku amblas di dalam goa kenikmatan milik Rosa.
“Awwwh, Baaaang….. akhhhhh”
Rosa mulai memompa dengan menopang dadaku. Tidak hanya memompa kini
ia mulai dengan gerakan maju mundur sambil meremas- remas payu daranya. Hal
tersebut menjadi perhatianku, aku tidak mau dia menikmatinya sendiri. Sambil
bergoyang aku mengambil posisi duduk, mukaku sudah menghadap payudaranya. Rosa
semakin histeris setelah kujilati kembali gunung indahnya.
“Akhhhh… aku sudah tidak tahan, bang. Mau keluar nih. Awwwhhh??”
“Jangan dulu Sa, tahan ya bentar” hanya sekali balik kini aku sudah
berada di atas tubuh Rosa genjotan demi genjotan kulesakkan ke pokeknya.
Rosa terjerit-jeri kesakitan sambil menekan pantatku dengan kedua tumit
kakinya, seolah kurang dalam lagi kulesakkan.
“Ampuuuun…… ahhhh… trus, Bang”
“Baaang… goyangnya cepatin lagi, ahhhh… dah mau keluar nih”
Rosa tidak hanya merintih tapi kini sudah menarik rambut dan meremas
tubuhku.
“Oughhhhh… abang juga mau keluar, Zzhaa”
kugoyang semangkin cepat, cepat dan sangat cepat hingga jeritku dan
jerit Rosa membahana di ruang kamar. Erangan panjang kami sudah mulai
menampakan akhir pertandingan ini.
” ouughhhhh…. ouhhhhhh”
“Enak, Baaaangg….”
“Iya sayang…. ehmmmmmm”
kutumpahkan spermaku seluruhnya ke dalam lubang pokek Rosa dan
setelah itu ku sodorkan pelerku ke mulutnya, kuminta ia agar membersihkannya.
“mmmmmmuaaachhhhh…”
dikecupnya punyaku setelah dibersihkannya dan itu pertanda permainan
ini berakhir, kamipun tertidur lemas. Kesempatan demi kesempatan kami lakukan,
baik dirumah, kamar mandi, di hotel bahkan ketika sambil menggendongku anakku,
ketika itu di ruang tamu. Dimanapu Rosa siap dan dimanapun aku siap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar