Rabu, 27 Juli 2016


ALYA ROHALI
" Ngentot Lubang Pokek Alya yang Montok, Akibat Obat Perangsang "


Cuaca cukup cerah di Senin malam itu. Alya, Ricky, Wawan dan Zulfikri sedang makan malam bersama. Ricky, Wawan dan Zulfikri adalah rekan sekerja Alya di kantor. Dan kebetulan mereka berempat dikirim oleh kantor pusat ke suatu pulau untuk tugas dinas.
Sejak hari pertama mereka tiba di sana, Ricky sudah sering mengolok-olok Alya. Malam itu tidaklah berbeda. Ricky menantang Alya untuk menyicipi minuman tradisional khusus daerah sana. Seperti biasanya, Alya tidak 
menghiraukan Ricky. Namun karena terus menerus diolok-olok oleh ketiga pria tersebut, Alya akhirnya menyetujui untuk mencoba minuman itu (hanya agar mereka berhenti mengolok-olok dirinya).
Begitu kerasnya guncangan tubuh mereka berdua sehingga tas Zulfikri terjatuh. Dari dalam tas itu sebuah botol Red Bull kosong bergulir keluar ke atas lantai, menjadi saksi bisu kenikmatan terlarang yang Alya rasakan.Cuaca cukup cerah di Senin malam itu. Alya, Ricky, Wawan dan Zulfikri sedang makan malam bersama. Ricky, Wawan dan Zulfikri adalah rekan sekerja Alya di kantor. Dan kebetulan mereka berempat dikirim oleh kantor pusat ke suatu pulau untuk tugas dinas.
Sejak hari pertama mereka tiba di sana, Ricky sudah sering mengolok-olok Alya. Malam itu tidaklah berbeda. Ricky menantang Alya untuk menyicipi minuman tradisional khusus daerah sana. Seperti biasanya, Alya tidak menghiraukan Ricky. Namun karena terus menerus diolok-olok oleh ketiga pria tersebut, Alya akhirnya menyetujui untuk mencoba minuman itu (hanya agar mereka berhenti mengolok-olok dirinya).
Alya memanggil pelayan untuk memesan minuman itu dan setelah menunggu kurang lebih lima menit, minuman tersebut sudah diantar ke hadapan Alya. Minuman tersebut sama sekali tidak terlihat spesial/khas. Alya memperhatikan minuman itu dan tidak menemui adanya 'keanehan' dan lebih menyerupai teh encer.
Tidak melihat keanehan apa-apa pada minuman itu, Alya menegaknya perlahan-lahan. Rasa manis dan menyegarkan membasuh mulut dan tenggorokan Alya. Saat hampir habis minuman itu diteguknya, Alya mencoba untuk mengingat-ingat dimana ia pernah merasakan minuman seperti ini sebelumnya. Namun ia tidak berhasil mengingatnya.
"Jadi bagaimana minumannya? Enak, kan?" tanya Ricky dengan senyum licik. Wawan dan Zulfikri pun menyeringai.
Alya menepis semua pemikiran negatif dalam benaknya, walau sebenarnya hatinya sempat mencelos saat ia sadar bahwa ia baru saja minum minuman yang terbuka. "Toh minuman ini dibawa dari dapur langsung oleh si pelayan," pikirnya lagi, jadi tidak mungkin ketiga pria ini menyabotase minuman tersebut.
Sepuluh menit setelah itu, mereka berempat kembali ke ruang training untuk melanjutkan proyek pekerjaan mereka di pulau tersebut. Alya seperti biasa meluangkan waktunya untuk chatting dengan Wira di sela-sela waktu kerjanya. Dan malam itu semangat Alya terasa lebih tinggi daripada hari-hari biasanya. Mungkin karena tadi ia menyempatkan diri untuk tidur siang, pikirnya.
Detik berganti detik, menit berganti menit tanpa terasa. Perbincangan dengan Wira semakin 'memanas' dan jantung Alya mulai berdebar-debar.
Lalu Ricky bangkit berdiri dan menyuruh para manager dan peserta training untuk meninggalkan ruangan itu. Tidak biasanya Ricky menyudahi session lebih awal, terlebih lagi menyuruh para peserta untuk meninggalkan ruangan seperti ini. Walau merasa aneh atas perbuatan Ricky, Alya tidak berniat untuk menggubrisnya karena saat itu ia sedang asyik-asyiknya chatting dengan Wira.
Setelah semua peserta, kecuali Wawan dan Zulfikri, meninggalkan ruangan tersebut, Ricky beranjak dari kursinya dan menghampiri Alya. Dengan sigap Alya cepat-cepat menutupi window percakapannya dengan Wira dengan window lainnya.
Ricky terkekeh melihat reaksi Alya yang mencibir dengan tatapan kesal. Ricky tidak perduli atas reaksi Alya karena sebenarnya ia hanya ingin mengalihkan perhatian Alya. Saat perhatiannya tertumpu pada Ricky, Wawan bergerak tanpa bersuara dan mengunci pintu ruang training tersebut. Alya sama sekali tidak menyadari akan semua ini.
Dengan langkah santai, Ricky (dan Wawan) kembali ke kursinya. Alya melirik dengan ekor matanya, mengikuti gerakan Ricky sampai ia duduk di kursi. Lalu Alya melanjutkan chatnya dengan Wira.
Ricky membuka suaranya, memulai perbincangan dengan topik yang tidak jelas. Sampai pada akhirnya ia mulai menanyakan Alya mengenai minuman yang ia minum tadi.
Bagaimana rasanya? Apakah ia menyukainya? Pernahkah ia minum minuman yang rasanya seperti itu sebelumnya? Apa yang ia rasakan setelah minum minuman itu? Dan sebagainya.
Lalu pertanyaan Ricky semakin terperinci, "Apakah jantungmu terasa berdebar-debar sekarang?"
Alya tersentak. Bagaimana ia bisa tahu hal ini... paling-paling hanya kebetulan, pikirnya. Lalu ia menjawab, "Detak jantungku biasa aja tuh!" tidak ingin memberikan jawaban yang diinginkan oleh Ricky.
"Masa sih kamu ga berasa?" tanyanya lagi.
Semakin ditanya, Alya malah semakin merasakan detak jantungnya berdebar-debar. Ia menjadi kian gelisah.
Tidak menunggu jawaban dari Alya, Ricky melanjutkan rentetan pertanyaannya. "Apakah kamu merasa tubuhmu panas? ... Hot?"
"Nggak," jawab Alya singkat.
"Ah, ga perlu bohong, Mala. Mungkin kamu belum menyadarinya aja."
Saat itu sebenarnya Alya memang tidak merasa tubuhnya menjadi panas, namun karena mendapat pertanyaan seperti itu otaknya menjadi semakin peka atas perubahan suhu tubuhnya walau perubahan suhunya sangatlah kecil.
Dan benar saja, Alya sudah dapat merasakan naiknya temperatur di bagian punggung dan dada atasnya. "Asem! Mengapa tebakan-tebakannya tepat semua? Jangan-jangan minuman itu...," Alya tidak berani menyelesaikan pemikirannya.
Dengan hati yang semakin cemas, Alya melirik ke Wawan, Zulfikri lalu kembali ke Ricky. "Apa yang kalian taruh di minumanku?" tanya Alya dengan nada memerintah.
"Hahahaha! Masa sih kamu nggak tahu?" akhirnya Zulfikri membuka suaranya.
"Setelah sekian lama kamu bergaul dengan kita-kita, masa kamu ndak belajar apa-apa dari semua perbincangan kita?" Wawan menambahkan.
Ricky bergerak menghampiri Alya yang terduduk kaku. Jantung Alya seakan disiram air es dan berhenti berdetak. Lalu Ricky mendekatkan wajahnya ke samping telinga Alya dan berbisik, "Kamu itu wanita yang pintar, jadi kamu seharusnya udah bisa nebak apa yang kamu minum tadi, honey."
Mata Alya membesar, wajahnya memucat walau wajahnya terasa panas. Ia menghempaskan punggungnya ke sandaran kursi. Berawal dari gerakan yang tak terlihat, Alya menggeleng-gelengkan kepalanya dari bahu ke bahu.
"Nggak! Nggak mungkin! Kalian bohong! Aku ga lihat kalian memasukkan apa-apa ke dalam minumanku!" bantah Alya dengan suara parau.
"Dasar denial! Emang! Kami ga masukin apa-apa," Ricky tidak mencoba membantah, "tapi kamu ga akan nyangka betapa mudahnya pekerja hotel ini mengabulkan permintaan khusus cuma dengan imbalan ekstra yang setimpal."
Pikiran Alya segera menelusuri pekerja-pekerja hotel yang mungkin mau saja diperalat oleh para cecunguk ini. "Si pelayan? Hmmm.... mungkin aja sih. Atau si chef muda yang diam-diam sering melirik aku?" benak Alya.
Pikiran Alya terhenti oleh pertanyaan Ricky, "Bagaimana? Kamu udah merasakan efek-efek lainnya? Putingmu udah menegang? Pokekmu udah basah?"
Mendengar pertanyaan-pertanyaan itu, secara refleks Alya menarik masuk dadanya berharap puting susunya tidak terjiplak menonjol pada baju yang ia kenakan. Namun karena begitu cemasnya, Alya malahan tanpa sadar menanti-nanti efek tersebut timbul pada tubuhnya. Hatinya sedikit lega karena setidaknya ia sama sekali tidak merasa terangsang dan efek-efek yang Ricky sebutkan tadi belum muncul juga sampai saat itu.
"Moga-moga obat perangsang yang aku minum ga bereaksi secara optimal atas tubuhku deh," Alya mencoba untuk menghibur dirinya sendiri.
Sedang otaknya sibuk berpikir, Alya tidak menyadari Ricky sudah memberi isyarat kepada Wawan dan Zulfikri untuk berdiri di belakang kiri dan kanan Alya. Dengan satu anggukan kecil Ricky, Wawan dan Zulfikri secepat kilat mengamankan Alya.
Mereka berdua masing-masing memegang lengan dan pundak Alya dengan erat. Alya terkejut dan langsung berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman Wawan dan Zulfikri. Ia dapat menebak apa yang hendak mereka perbuat atas dirinya. Dengan penuh ketakutan Alya menghentakkan kakinya agar dapat bangkit dari tempat duduknya. Wawan dan Zulfikri memberi tekanan yang kuat pada pundaknya sehingga usaha Alya jadi sia-sia. Alya menggoyang-goyangkan seluruh tubuh bagian atasnya sejadi-jadinya, berharap setidaknya pegangan salah satu dari mereka menjadi longgar.
BREETT! Alya melihat Ricky membuang sobekan baju ke lantai. Ya, baju atasnya sudah terkoyak sehingga payudara Alya yang masih terbungkus BH dapat terlihat dengan jelas. Ricky lanjut mencabik-cabik sisa kaos Alya seperti kerasukan setan.

"STOOOOOP! Please stop, Ricky!" teriak Alya sekuat tenaga.
Ricky berhenti lalu mendongakkan kepalanya untuk menatap mata Alya.
Alya sempat kaget mendapati Ricky menuruti perintahnya. Lalu dengan mata berlinang air mata, Alya memohon, "Please, Ricky. Lepasin aku sekarang juga. Aku ga akan laporin kejadian ini ke kak Joko. Aku ga akan ngadu hal ini ke siapa-siapa deh, termasuk Wira. Aku mohon, lepasin aku."
Ricky mundur satu langkah. Lalu Ricky melayangkan pandangannya ke Wawan lalu berpindah ke Zulfikri seakan hendak meminta persetujuan mereka berdua.
Alya mengikuti pandangan Ricky untuk melihat respon dari mereka berdua. Ia mendapati Wawan dan Zulfikri sedang memandang matanya dalam-dalam. Setelah beberapa saat, Alya menyadari bahwa Wawan dan Zulfikri ternyata bukanlah sedang menatap matanya. Pandangan mereka yang penuh birahi melekat pada belahan bukit dada Alya yang putih mulus itu.
Mengetahui apa yang sebentar lagi bakal terjadi atas dirinya, air mata Alya semakin deras mengalir. Senyum Ricky tersungging menghias wajahnya yang penuh percaya diri. Lalu ia menghampiri wajah Alya dekat-dekat sehingga Alya dapat merasakan nafas Ricky yang sudah menderu di wajahnya.
"Aku harap kamu suka tantangan, Alya. Jadi gini... Aku akan lepasin kamu kalo kamu bisa lolos tantangan yang aku kasih."
"Aku akan membiarkan kamu selama 5 menit. Aku ga akan sentuh kamu selama itu. Dan setelah 5 menit berlalu, aku akan cek 2 hal. Kalo setelah 5 menit itu ternyata puting kamu ga mengeras dan Pokek kamu ga basah, aku akan lepasin kamu tanpa embel-embel ini itu."
"Tapi... kalo puting kamu mengeras dan Pokek kamu basah," Ricky berhenti sejenak sebelum meneruskan kalimatnya, "Hahahaha... Kita akan berpesta pora rame-rame dengan kemaluan mu!"
"Asoooy!"
"Mantaaaaaap!"
Seperti mendapat durian runtuh, Wawan dan Zulfikri bersorak sorai kegirangan.
Alya berpikir keras dalam otaknya, "Udah pasti aku ga punya hak apa-apa untuk bernegosiasi sama Ricky. Aku cuma bisa berharap untuk lolos dari tantangan ini dan berharap Ricky benar-benar menepati janjinya untuk lepasin aku. Ga ada pilihan lain. Untungnya saat ini aku belum merasakan sepenuhnya efek dari obat perangsang wanita yang mereka kasih. Jadi, semakin cepat tantangan ini dimulai, semakin baik. Uhhh... moga-moga dalam 5 menit ke depan, obat perangsangnya ga sempat bereaksi pada payudara dan Pokekku deh."
"Baik! Tapi kamu harus pegang janjimu, OK?"
"Of course! Aku selalu pegang janji-janjiku. Kamu ga usah khawatir," sanggah Ricky.
Dengan santai Ricky menggeser meja tempat Alya menggunakan laptopnya ke samping sehingga tidak ada barang yang menghalangi di antara Alya dan Ricky. Ia bahkan menyempatkan dirinya untuk melirik ke layar laptop Alya dan melihat percakapannya dengan Wira yang terganggu. Terlihat Wira berkali-kali memanggil Alya via chat.
Ricky terkekeh lalu menyeret kursinya sehingga ia duduk berhadap-hadapan dengan Alya yang masih diamankan oleh Wawan dan Zulfikri.
"Tantangannya udah mulai belum sih? Kenapa Wawan dan Zul masih pegangin tanganku nih?" tanya Alya, tidak sabar melihat Ricky yang sengaja mengulur-ulur waktu. Alya yakin Ricky tahu bahwa belum cukup waktu buat obat perangsang tersebut untuk bereaksi secara optimal pada tubuhnya. Setiap menit yang terbuang memperbesar kemungkinan tubuhnya menjadi terangsang.
"Belum, honey. Aku perlu kepastian kalo kamu ga bakalan kabur dari tempat ini. Dan kepastian tersebut cuma bisa aku dapat kalo Wawan dan Zulfikri tetap pegangin kamu."
"Tenang aja, Mala. Kita bertiga akan bersikap fair kok. Walau Wawan dan Zul pegangin tangan dan pundakmu, tangan-tangan mereka ga akan grepe-grepe kamu deh," tambah Ricky.
"Jadi kapan kamu mau mulai tantangan ini?" Alya bertanya dengan suara setengah berteriak.
"Sabar, sabar, my darling Alya. Aku perlu cari jam tanganku dulu, nih. Aku ga inget aku taruh dimana," jawab Ricky sambil menahan tawanya.
Mulut Alya mengatup rapat karena geram. Harapannya sedikit demi sedikit mulai berkurang lantaran terlihatnya kecurangan terselubung yang mereka praktekkan. Mata Alya mengikuti kemana Ricky bergerak. Ricky bangkit berdiri dan terlihat sibuk mencari-cari dimana gerangan jam tangannya.
Detik demi detik berlalu. Menit berganti menit. Walau tubuh bagian atasnya hanya ditutupi oleh BH berwarna krem, namun butir-butir keringat tetap merembes keluar dari kening dan dahi Alya. Jantungnya pun masih berdetak dengan cepat. Alya semakin resah menunggu reaksi obat perangsang yang mungkin sewaktu-waktu memercik birahi tubuhnya.
Lalu Alya teringat kalau bukan hanya Ricky yang selalu mengenakan jam tangan. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri untuk melihat pergelangan tangan Wawan dan Zulfikri.
Yes! Zulfikri mengenakan jam tangan. Alya segera berseru, "Ricky! Tuh pakai aja jam tangan Zul."
Ricky berpura-pura terkejut dan baru menyadari bahwa Zulfikri pun mengenakan jam tangan. "Oh benar juga yah. Kenapa kamu ga ngomong dari tadi, Zul?"
Ricky melangkah mendekati mereka. Masih dengan gerakan yang santai, Ricky melepaskan jam tangan Zulfikri.
Tiba-tiba jam tangan itu terjatuh dan mengenai dada Alya. Ricky berusaha menangkap jam tangan yang terjatuh itu. Dan dengan gerakan yang ceroboh, Ricky 'tanpa sengaja' membelai bukit kenyal Alya dengan punggung tangannya.
"Oops, maaf. Aku ga sengaja lho sentuh payudaramu," penjelasan Ricky terasa hambar apalagi ditambah senyum yang semakin melebar.
"Ayo, cepat mulai dihitung 5 menit tantangan ini!" Alya dengan setengah hati mengacuhkan sentuhan tangan Ricky pada payudaranya.
Kait pada jam tersebut tersangkut pada bagian depan BH Alya. Alya benar-benar tidak habis pikir bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi.
Ricky menarik ke atas jam tangan yang masih tersangkut di BH Alya sehingga seluruh bagian depan BH itu terangkat naik. Kedua puting susu Alya terekspos di hadapan ketiga pria itu. Wawan dan Zulfikri mungkin tidak dapat melihat dengan jelas pemandangan indah itu namun dilihat dari raut wajah Ricky, Alya yakin bahwa Ricky sangat menyukai apa yang ia lihat di hadapannya.
Mata Ricky melotot dan berbinar-binar. Kedua alisnya terangkat tinggi-tinggi. Bibirnya terbuka menghiasi senyumnya yang lebar. Dadanya kembang kempis seiring dengan nafasnya yang terdengar semakin berat.

Tanpa sadar Alya melirik ke selangkangan Ricky. Jantung Alya seakan berhenti berdegup ketika ia melihat tonjolan besar di celana Ricky. Wajah Alya bersemu semakin merah saat dirinya secara refleks memvisualisasi Peler Ricky yang sudah keras berereksi di balik tonjolan besar itu. Jika tadi jantungnya serasa berhenti berdetak, kini jantung Alya serasa berdetak dua kali lebih cepat.
Langsung Alya memalingkan wajahnya ke lantai dekat kakinya. Walaupun merasa jijik karena membayangkan Peler Ricky, Alya merasakan api birahinya mulai memercik. "Oh, tidak! Jangan, please. Tahan sebentar lagi! Jangan sekarang!" serunya dalam hati.
"Oho! Kamu kaget yah lihat 'peralatanku'? Apakah batangku lebih besar dari batang Wira? Kamu pernah lihat Peler dia kan? Atau... jangan-jangan kamu belum pernah sama sekali melihat Peler seorang lelaki?"
Pertanyaan demi pertanyaan membuat kepala Alya semakin menunduk malu. Ia tidak berani menatap Ricky lalu memutuskan untuk menutup matanya erat-erat sambil berharap agar bayangan Peler Ricky dapat hilang dari benaknya.


Selagi berusaha mengalihkan pikirannya ke hal-hal lain sambil menutup kedua matanya, Alya tersadar oleh suara tawa geli Wawan dan Zulfikri. Berkat rasa ingin tahunya yang begitu besar akhirnya Alya memutuskan untuk membuka matanya untuk melihat apa yang membuat mereka cekikikan.
Bola mata Alya seperti hendak keluar dari tempatnya saat ia melihat Ricky berdiri di hadapannya dalam keadaan telanjang bulat. Kursi Ricky sudah bergeser ke pinggir ruangan. Pelernya yang tebal dan kekar terlihat sangat besar dan begitu kontras dibanding dengan perawakannya yang pendek. Pandangan Alya menempel lekat-lekat pada batang kejantanan Ricky. Mulut Alya masih menganga saat Ricky mengangkat suaranya.
"Gimana, Alya? Takjub? Peler ini udah membuat banyak wanita bergelinjang penuh kenikmatan. Hahahaha!" tawa Ricky memenuhi ruang training itu. Lalu ia melanjutkan, "Ga usah kuatir. Sehabis 5 menit tantangan ini, kamu pun bisa menikmati batangku kok."
Terbangun dari lamunan Alya mengatupkan mulutnya cepat-cepat dan berseru, "Ayo! Dimulai perhitungan jamnya! Lima menit, kan?"
Kali ini Ricky menuruti permintaan Alya. Ia memencet-mencet jam tangan Zulfikri dan akhirnya berkata, "Ok! Lima menit... set... GO!"
Alya tadi memang sempat mengira obat perangsang itu sudah bereaksi, namun sekarang ia yakin dirinya ternyata belum merasakan reaksi apa-apa. Walaupun demikian, jantungnya semakin kencang berdegup.
"Tiga puluh detik...," kata Ricky perlahan.
Peluh di kening Alya menetes dan jatuh merembes ke kain celananya. Alya merasa 30 detik berlalu dengan sangat lambat. Ia terus berharap obat perangsang itu tidak menimbulkan reaksi apa-apa. Kalaupun obat tersebut memang akhirnya menimbulkan reaksi, Alya sangat berharap reaksi itu baru muncul setelah tantangan ini berakhir.
Sambil memegang jam tangan Zulfikri di tangan kirinya, Ricky menghampiri Alya. Pelernya mengangguk-angguk seirama dengan langkah kaki Ricky. 
Alya mengalihkan pandangannya ke samping namun melalui ekor matanya ia masih dapat melihat batang kemaluan Ricky. Akhirnya Alya menutup kedua matanya.
"Satu menit udah lewat!"
Masih belum ada tanda-tanda reaksi dari obat perangsang itu pada diri Alya. Namun tidak lama setelah itu, Alya merasakan Ricky sedang melakukan sesuatu di dekatnya. Tubuhnya sama sekali tidak disentuh oleh Ricky, tapi Alya dapat merasakan Ricky dari pergerakan udara di sekitarnya.
Sedang serius-seriusnya berkonsentrasi, Alya tiba-tiba merasakan semilir angin berhembus mengenai puting kirinya. Ia mencoba untuk mengacuhkannya namun makin lama hembusan lembut itu semakin kuat.
Lalu tiba-tiba saja hembusan itu terhenti dan berganti dengan hawa hangat yang menyelimuti puting dan daerah sekitarnya. Alya merasakan hawa hangat itu seakan menari-nari dengan liar di putingnya. Tak dapat menahan rasa ingin tahunya, Alya segera membuka matanya dan melihat dari mana sumber tarian hawa hangat tersebut.
Mulut Ricky terbuka lebar di depan payudara kiri Alya dan lidahnya bergetar naik turun dengan cepat seperti gerakan mengipas. Lidah Ricky sama sekali tidak menyentuh putingnya, akan tetapi Alya dapat merasakan tiap jilatan dari angin yang tercipta oleh gerakan lidah Ricky pada putingnya.
"Hey! Ga boleh gitu dong!" seru Alya tanpa berpikir panjang.
Ricky mendongak lalu mengatupkan mulutnya. "Kenapa? Aku ga nyentuh tubuhmu sama sekali, kan?" dalih Ricky.
Alya membuka mulutnya untuk menyanggah namun otaknya tidak dapat menemukan kata-kata untuk ia ucapkan.
"Emangnya kenapa? Lidahku ga bikin kamu terangsang, kan?" kata Ricky sebelum memperagakan gerakan lidahnya lagi kepada Alya.
Alya memalingkan wajahnya ke kanan dan tetap diam seribu bahasa. Ricky mengikuti arah wajah Alya dengan membungkuk di depan payudara kanan Alya. Ia sengaja memilih payudara ini karena ingin Alya melihat wajahnya. Ia kembali menggunakan lidahnya untuk menjilati udara di dekat puting itu.
Alya setengah terpaksa melihat perbuatan Ricky ini. Di satu sisi ia tidak ingin melihat perbuatan jijik ini namun di sisi lain ia juga ingin memastikan bahwa Ricky tidak berbuat curang.
Alya dapat melihat lidah Ricky meliuk-liuk dengan kecepatan yang tak menentu. Kadang lidahnya bergerak dengan cepat, kadang bergerak dengan sangat lambat. Namun satu hal yang pasti, lidah Ricky sering mencapai jarak yang sangat dekat dari putingnya. Ya, Ricky selalu berhasil membuat lidahnya hampir bersentuhan dengan puting Alya.
Sementara matanya tertumpu pada permainan lidah Ricky pada putingnya, Alya tiba-tiba merasakan obat perangsang itu mulai bereaksi lagi pada tubuhnya.
Energi birahi dalam tubuhnya mulai menggeliat keluar dari daerah sekitar payudaranya, perlahan namun pasti.
"Oh, please, jangan!" hatinya menjerit.
Dan benar saja, puting kanannya mulai membesar, tonjolan itu semakin keluar lalu mulai mengeras. Alya cepat-cepat memikirkan hal-hal lain yang dapat mengalihkan perhatiannya dari birahi akibat obat perangsang yang ia minum. Dan ia teringat, "Eh! Udah berapa menit nih?"
Sambil terus meliuk-liukkan lidahnya, ia tidak menjawab pertanyaan itu. Ricky melirik ke wajah Alya. Beberapa detik kemudian Ricky menghentikan apa yang ia lakukan dan berkata, "Kenapa kamu tiba-tiba mau tau? Jangan-jangan..."
Senyum lebar menghias wajah Ricky saat ia mendapati puting kanan Alya sudah berdiri tegang. "Aha! Satu puting selesai, tinggal satu puting lagi!" Ia berpindah ke puting kiri Alya lalu membungkuk untuk memulai.
"Berapa menit lagi? Ayo kasih tahu aku!" pinta Alya dengan nada memerintah.
"Oh iya, aku sampai lupa lihat jam."
Ricky memperhatikan jam Zulfikri beberapa saat sebelum akhirnya berkata, "Masih sekitar 3 menit lagi kok."
Tidak butuh waktu lama untuk puting kiri Alya mengeras dan berdiri tegak. Bayangan lidah Ricky yang nyaris menjilat-jilat putingnya laksana bensin pada api birahinya. Ricky yang sudah berpengalaman dengan wanita dapat menduga hal ini dengan mudah.
"Stop! Kamu curang! Ga boleh gitu dong!" protes Alya.
"Aku ga pernah bilang kalo aku ga boleh melakukan apapun di depanmu, kan? Selama aku ga nyentuh kamu, aku ga langgar syarat yang aku berikan tuh."
"Dua putingmu udah gagal dan yang tersisa cuma tinggal Pokekmu," Ricky berkata penuh bangga. "Ok lah, aku ga akan pakai trik lidahku pada Pokekmu. Tapi untuk itu, kamu ga boleh pakai celana sama sekali."


Setelah mendapat isyarat dari Ricky, Wawan mengambil alih lengan Alya yang dipegang oleh Zulfikri. Lalu tanpa melakukan banyak gerakan yang sia-sia, Zulfikri melucuti celana panjang beserta celana dalam Alya dengan cepat.
Walau meronta-ronta dan berteriak-teriak menyuruh Zulfikri untuk menghentikan perbuatannya, pada akhirnya Alya hanya dapat menerima nasibnya harus bertelanjang di hadapan ketiga pria yang sudah dikuasai nafsu birahi ini.
"Masih ada 2 menit lagi," Ricky mengingatkan.
Obat perangsang wanita itu terus memberi reaksi pada kedua putingnya. Kedua puting susunya tetap keras dan berdiri tegak walau sudah tidak dirangsang oleh Ricky. Satu hal yang membuat diri Alya agak lega adalah ia tidak merasakan efek apa-apa pada Pokeknya.
Melihat ekspresi muka Alya yang menjadi tenang, Ricky mendekatinya dan memperhatikan dengan seksama kedua puting Alya. Satu persatu ia teliti dengan serius. Alya merasa risih mendapati Ricky yang bertelanjang bulat berdiri hanya sejangkauan tangannya, memandangi payudaranya seperti itu.
Tanpa berkata apa-apa, Ricky mulai mengocok-ngocok batang Pelernya yang sudah berereksi maksimal. Pertama-tama ia mengocoknya perlahan dan setelah beberapa waktu, kecepatan kocokannya menjadi bervariasi dan tidak menentu.
"Oooooohhhh...," terdengar lenguh panjang dari mulut Ricky. Alya melirik sekilas namun pandangan matanya mau tidak mau melekat pada kepala Peler Ricky yang baru saja mengeluarkan pre-cum, cairan bening yang berfungsi sebagai pelumas. Tanpa Alya sadari, ia membasahi bibirnya sendiri dengan lidahnya lalu menelan ludah.
"Aseeem! Kenapa aku ini? Masa sih aku benar-benar jadi terangsang gara-gara melihat dia?" umpat Alya dalam hati. "Lebih baik aku tutup rapat-rapat mataku dan pendengaranku. Ayo, alihkan pikiranmu ke hal-hal lain!"

Melihat Alya menutup matanya rapat-rapat sementara dada Alya mulai naik turun mengimbangi nafas yang mulai memberat, Ricky sudah dapat menebak apa yang sedang terjadi pada diri Alya. 
Lalu Ricky menganggukan kepalanya, memberi isyarat kepada Wawan dan Zulfikri. Wawan menarik kedua tangan Alya ke atas dan menyatukan keduanya di belakang kepalanya. Dengan celana panjang yang ia lucuti tadi, Zulfikri mengikat kedua tangan Alya dengan cekatan.
Alya terkejut dan membelalak. "Hei, apa-apaan ini?! Kalian ga akan berbuat curang, kan??"
"Tenang.... (hhh) ... Tantangan ini... (mmhhh) ... masih berlangsung... (hhhh) ... secara fair kok... (nnhhh) ...." jawab Ricky dengan nafas terengah-engah.
Melihat Peler yang masih ia kocok-kocok tersebut sudah berubah menjadi merah gelap, Alya spontan menutup matanya kembali.

Kain celana panjang yang digunakan untuk mengikat tangan Alya masih tersisa dan menjuntai panjang. Zulfikri menarik juntaian kain tersebut ke belakang lalu diikatkannya ke sandaran kursi tempat Alya duduk. Hal ini menyebabkan kedua tangan Alya tertarik ke belakang dan payudaranya terdorong ke luar.
"Ah!" pekik Alya pelan. Posisi tubuhnya sangatlah tidak nyaman. Kedua tangan yang tertarik di belakang kepalanya menyebabkan kedua sikut Alya menunjuk ke langit-langit, dada membusung, dan panggulnya tertekan ke bawah yang berarti... kemaluan Alya menekan kuat ke permukaan kursi yang ia duduki.
"Duh, ga boleh gini nih! Kalo kemaluanku sampai bergesek-gesek dengan kursi ini dapat dipastikan aku bakalan jadi basah," pikir Alya cepat. Oleh karena itu Alya membuka kedua kakinya sehingga ia dapat mengangkat lalu memajukan pantatnya sampai ke ujung kursi. Setidaknya kini bibir Pokek dan klitorisnya tidak bersentuhan dengan permukaan kursi lagi.
Melihat kesempatan ini, Zulfikri dan Wawan segera memegangi kedua paha Alya agar ia tidak dapat menutup kedua pahanya kembali. Alya tidak dapat berkutik lagi. Selangkangannya terpampang untuk mereka bertiga. Alya dapat merasakan dinding-dinding Pokeknya mulai meleleh perlahan-lahan. "Sialaaaaaan!" umpatnya dalam hati, "Moga-moga cairanku ga banyak dan ga sampai mengalir keluar."
Kini tantangan itu masuk ke menit terakhir. Ricky semakin mempercepat tangannya yang mengocok-ngocok batang kejantanannya yang kekar itu, sementara Alya masih terus memejamkan matanya.

"Ayo... (hhh) ... tidak perlu ... (hhh) ... malu-malu ... (hhh) ... untuk ... (hhh) ... melihat indahnya Pelerku! ... (mmmhh) ... Aku tahu ... (hhh) ... kamu pernah bayangin ... (ahhh) ... dalam fantasimu. ... (unhhh) ... Aku juga sering kok ... (ohhh) ... bayangin kamu ... (mhhh) ... dalam ... (aahhh)... fantasi-fantasi liarku."
Alya tidak menggubris kata-kata Ricky. Pokeknya masih terlihat kering dan kelihatannya ia dapat menahan gejolak birahinya sampai saat ini. Mungkin saja Alya dapat lolos dari tantangan ini.
"Ohhhh... Alyaaaa... I love youuuuuu!"
Lalu tanpa ada tanda apa-apa, tubuh Ricky bergelinjang kuat. "Nnnnnnggggghhhh!" lenguh Ricky dengan kuat. Sperma tersembur kencang dari mulut Peler Ricky, tersemprot jauh dan mendarat di pipi dan bibir Alya.
"AWW!" pekik Alya kaget merasakan lendir panas mengenai wajahnya. Ia membuka matanya dan melihat Peler Ricky menyemburkan luapan-luapan lendir sperma panas ke tubuhnya. Dua semprotan pertama mengenai wajah dan dada Alya, setelah itu diikuti oleh semprotan-semprotan yang lebih lemah ke perut dan paha Alya. Dan satu gumpalan kental sperma Ricky yang terakhir melompat dan mendarat tepat di bagian atas kemaluan Alya.

Ricky merasakan kakinya menjadi lemas sehingga ia harus berlutut untuk menopang berat badannya. Pelernya yang masih tegak berdiri dengan angkuhnya sesekali berkejut-kejut setelah baru saja melewati ejakulasi yang dahsyat. Batang itu terlihat mengkilap karena basah oleh cairan spermanya sendiri yang melimpah ruah.

Alya masih menganga tidak percaya apa yang baru saja ia lihat dengan mata kepalanya sendiri. Selama beberapa detik mereka berempat tidak bersuara dan juga tidak banyak bergerak. Mereka seakan tercengang oleh kedahsyatan ejakulasi Ricky.
Akhirnya Alya terbangun dari kekagetannya saat ia merasakan sperma Ricky meleleh turun dan akhirnya masuk ke celah bibir Pokeknya. "OH, TIDAAAAK!" Mata Alya terbelalak.
"STOP! STOP! Jangan sampai spermanya masuk! Lepasin aku! Cepaaat!" teriak Alya sambil meronta-ronta sekuat tenaga.
Zulfikri dan Wawan tidak berniat untuk melepaskan paha Alya. Mereka hanya saling berpandangan dan tersenyum nakal. Ricky yang masih berlutut, mengatur pernafasannya agar menjadi lebih teratur.
Lalu Ricky berdiri dan berkata, "Berarti kita udah tidak perlu lagi mengecek apakah Pokekmu basah atau tidak, kan? Hahahaha...!"
"Sialaan! Kamu curang! Aku ga terima!"
"Lho? Perjanjiannya kan: aku akan melepaskan kamu kalo dalam waktu 5 menit, puting susumu tidak menjadi keras dan Pokekmu tidak menjadi basah. Gitu, kan?" sanggah Ricky.
"Tapi...," Alya hendak membantah namun akhirnya mengurungkan niatnya. Ia merasa tidak ada gunanya untuk berdebat dengan mereka. Pada kenyataannya, memang benar Pokeknya kini menjadi basah oleh lelehan sperma Ricky. Selain bagian luarnya basah, Alya sendiri pun sebenarnya merasakan dinding-dinding Pokeknya sudah mengeluarkan cairan pelumas akibat efek dari obat perangsang yang ia minum.

"Ha! Berarti kita bisa berpesta pora! YAAAAAAY!" seru Ricky penuh kemenangan.

Ricky mengambil tissue dari kamar mandi lalu menyeka Pokek Alya yang berlumuran sperma. Alya merinding saat merasakan sensasi gesekan tissue pada bibir kemaluannya. Setelah kering Ricky berjongkok di hadapan selangkangan Alya.
Alya merasakan bulu-bulu kemaluannya mengenai wajah Ricky. Hidung dan bibir Ricky hanya terpaut beberapa milimeter dari bibir Pokek Alya. Deru nafas Ricky keluar dari mulut dan hidungnya tidak menolong usaha Alya untuk meredam nafsu birahinya.
"Hey! Ayo cepat! Buruan selesaiin semua ini! Aku ga mau berlama-lama kek ini!" bentak Alya tak berdaya.
"Oho! Rupanya tuan putri udah nggak sabar pengen diservis nih?" ejek Zulfikri.
"Asyiiiik. Kita pun ndak perlu sungkan-sungkan lagi kalo gitu!" tambah Wawan.
Wawan dan Zulfikri menanggalkan pakaian mereka satu per satu. Baju, celana dan pakaian dalam semua mereka tanggalkan dalam waktu kurang dari satu menit. Ternyata Peler mereka berdua pun sudah berereksi penuh.
Alya melihat Peler Zulfikri; agak pendek, tidak sepanjang Peler Ricky namun jauh lebih tebal dari Peler Ricky. Otot-otot pada batang kemaluan Zulfikri terlihat sangat kekar dan keras. Lalu Alya menoleh ke Wawan. Peler Wawan yang paling kecil dari mereka bertiga. Pendek, ramping dan sedikit bengkok. Mirip dengan Peler Wira, pikir Alya tanpa sadar.
Mendapati ketiga pria ini jadi terangsang karena dirinya membuat kemaluan Alya meleleh dalam seketika. Aliran darah pada dinding Pokeknya terasa deras mengalir dan memperlancar mengalirnya cairan cinta keluar dari bibir kemaluannya.
Ricky dengan mudah dapat melihat betapa terangsangnya Alya. Nafas yang memburu, dada yang naik turun dengan puting sekeras penghapus pensil, pipi dan leher yang merona merah, dan cairan cinta yang merembes keluar dari bibir kemaluan, Alya tidak dapat lari dari kenyataan bahwa dirinya sudah benar-benar sangat terangsang.

Tanpa membuang waktu, Ricky menuntun ujung kepala Pelernya yang besar itu menyelinap masuk ke celah bibir Pokek Alya. Walau hanya sebagian kecil kepala Peler yang masuk, namun mulut Pokek Alya sudah terasa penuh sesak. Zulfikri dan Wawan sibuk menggerayangi payudara Alya. Ada sensasi tersendiri yang Alya rasakan atas dua pasang tangan menjamah tubuhnya dengan penuh birahi. "Mereka benar-benar menginginkan diriku!"
Alya berkonsentrasi pada kepala Peler Ricky yang sudah bersiap merobek selaput keperawanannya. Ia mencoba mengantisipasi rasa sakit yang mungkin akan ia rasakan sebentar lagi. Konsentrasinya langsung buyar saat tubuhnya melonjak kaget karena jari-jari Zulfikri menjepit keras puting susunya.
"AAWW!" teriak Alya sambil menatap Zulfikri dengan marah.
Dengan satu gerakan yang kuat dan mantap, Ricky menekan pinggulnya dan batang Peler Ricky menyeruak masuk, merobek dengan sukses selaput dara yang Alya jaga untuk dipersembahkan kepada kekasihnya. Alya tidak dapat mengungkapkan dengan kata-kata rasa sakit yang ia rasakan saat itu.

Yang pasti air matanya langsung mengalir, telinganya pengang mendengar jeritan yang keluar dari mulutnya sendiri, tubuhnya menegang, dan otot-otot Pokeknya mengencang rapat. Ia berharap dengan merapatkan dinding-dinding Pokeknya dapat mendorong keluar Peler Ricky.
Setelah selesai merapatkan otot-otot Pokeknya, Alya mendapatkan batang kejantanan Ricky masih bersemayam di dalam tubuhnya. Alya menangis sejadi-jadinya karena menyadari keperawanannya sudah terenggut. Selamanya hilang dan selamanya dirinya tidak dapat lepas dari kenyataan bahwa orang yang merenggut keperawanannya tak lain adalah Ricky, pria yang tidak ia cintai.
Ricky tidak ingin menambah rasa sakit Alya sehingga ia tidak menggerakkan tubuhnya sama sekali. Dengan penuh perasaan Ricky membelai rambut Alya sambil berbisik, "Maaf... maaf, Alya... Sakit ya? Aku ga keburu-buru kan? Shhhh... udah, udah... jangan nangis lagi. Semua bakalan baik-baik aja, OK? Ga usah kuatir, rasa sakitnya cuma sebentar kok. Aku jamin deh, sebentar lagi kamu pasti bakal ngrasain kenikmatan..."

Suara dan kata-kata Ricky yang lembut terasa sangat menenangkan hati Alya. Dan benar saja, rasa sakit yang Alya rasakan sudah hilang tak berbekas. Perlahan-lahan saraf-saraf di liang kewanitaannya mulai merasakan tebal dan kerasnya Peler Ricky.
Ricky menggerakkan pinggulnya sedikit demi sedikit, masih berhati-hati agar tidak menyakiti Alya. Tanpa kesulitan yang berarti Peler Ricky bergerak-gerak maju mundur di liang sempit Alya. Cairan pelumas yang dikeluarkan oleh tubuh Alya sangat membantu dalam hal ini.

"Aaaahhhh! Kamu ternyata udah basah bangeeeet!"

Mata Alya membesar. Ia sendiri baru tersadar betapa basah liang kewanitaannya saat itu. "Nggak... ga mungkin! pokek ku ga basah!... pokek ku ga basah!" gumam Alya.
"Hohoho, jelas SANGAT basah! Kamu ga usah bantah lagi deh, Alya. Pelerku sekarang lagi ada di dalam tubuhmu. Jadi udah pasti aku tau betapa basahnya kamu."
Ricky menarik batang Pelernya keluar namun masih menyisakan kepala Pelernya terkubur dalam celah sempit Alya. Dari bagian yang keluar itu, mereka melihat batang Ricky mengkilap karena berlumuran lendir dari Pokek Alya.
"Wah wah wah... ga nyangka Alya ternyata punya nafsu seks yang tinggi banget," ejek Ricky.
"Nggak! Bukan gitu! Aku ga terangsang! Ini kan akibat reaksi dari obat perangsang yang kalian masukin ke minumanku!" bantah Alya.
Ketiga pria itu saling berpandang-pandangan selama beberapa waktu sebelum akhirnya gelak tawa mereka bertiga meledak memenuhi ruangan itu. Alya kebingungan melihat reaksi mereka ini. "Apanya yang lucu?!" bentak Alya.
Setelah tawanya reda Ricky menjelaskan, "Alya, Alya... Siapa bilang minumanmu itu ada obat perangsangnya?? Kamu benaran ga tau yah? Minumanmu itu sebenarnya cuma campuran Red Bull, teh dan garam dikit. Kita sama sekali ga masukin obat perangsang!"
Alya tidak mempercayai penjelasan Ricky sedikitpun. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya, "Bohong! Kamu bohong! Aku ga percaya omonganmu!"
"Hahahaha! Jadi kamu lebih percaya kalo tadi kamu minum obat perangsang soalnya saat ini kamu udah sangat terangsang, kan? Jadi dengan kata lain...," Ricky berhenti sejenak, "kamu jadi terangsang cuma dengan lihat aku bermasturbasi, bahkan tanpa aku sentuh kamu sama sekali?"
"NGGAK! Aku ga mau percaya kata-katamu!"
"Terserah, deh. Yang pasti saat ini tubuhmu udah pengen banget Pelerku masuk lagi," Ricky berkata dengan mata tertuju pada lelehan yang keluar dari Pokek Alya, mengalir ke batang Peler Ricky lalu menetes ke lantai.

"Anu... itu...," kali ini Alya tidak dapat meneruskan kalimatnya. Ia sadar bahwa perkataan Ricky benar adanya. Pokeknya berdenyut-denyut dengan liar, persis seperti yang biasanya ia rasakan saat dirinya dalam kondisi yang amat sangat terangsang.
Tanpa menunggu lebih lama lagi, Ricky mendorong masuk Pelernya. Batang kemaluannya masuk dengan sangat perlahan, sentimeter demi sentimeter Ricky nikmati dengan suara lenguhan penuh gairah. Lenguhan Ricky berpadu dengan suara desah Alya yang sudah tidak berhasil ia tahan lagi.
Tak lama setelah itu suara lenguh, rintih dan desah Alya dan Ricky mulai saling bersahut-sahutan, saling berganti-gantian mengisi ruangan yang sudah semakin kental dengan aroma seks. Kecupan bibir, remasan jari-jari, jilatan lidah, gesekan kulit dengan kulit dari Wawan dan Zulfikri menambah semarak pesta birahi keempat insan di ruangan tersebut.
Tubuh Alya bergoyang-goyang seirama dengan hentak pinggul Ricky yang semakin bertenaga dan cepat. Mata Alya yang setengah terpejam itu tiba-tiba berdelik, mulutnya membentuk huruf A, paru-parunya menarik udara sebanyak-banyaknya dari hidung dan mulutnya.

Sambil menahan nafasnya selama beberapa detik, pupil matanya semakin membesar dan dahinya berkerut. Lalu dengan satu erangan keras, Alya melepaskan semua pertahanan tubuhnya lalu berorgasme dengan dahsyatnya.

"AAAAAAAAAAHHHHHHHHHHHH!" mata Alya terpejam kuat-kuat, kedua kakinya melingkar di pinggang Ricky lalu menguncinya dengan kencang, ia mencengkram lengan Ricky sekuat tenaga.
Detik berikutnya dinding Pokek Alya berkejut-kejut dengan ritme yang tak menentu. Liang kewanitaannya berusaha menyedot batang Ricky masuk lebih dalam lagi. Otot perut dan otot paha Alya bergetar-getar setelah rasa nikmat itu dalam sekejap menjalar ke seluruh pelosok tubuhnya.
Setelah sekian lama menahan dirinya untuk tidak berejakulasi, Ricky harus menghentikan apapun yang ia kerjakan saat itu. Jika tidak, ia yakin dirinya tidak dapat menahan sensasi yang dirasakan pada Pelernya, belum lagi ditambah dengan melihat ekspresi wajah Alya yang sangat erotis.
Baru saja beberapa detik setelah Alya menjadi tenang, Ricky yang berusaha sekuat tenaga untuk menahan ejakulasinya akhirnya tidak dapat menahan dirinya lagi. Ia mendekap erat-erat tubuh Alya lalu menekan masuk Pelernya sedalam mungkin. Bersamaan dengan itu, dari kepala Pelernya menyembur luapan-luapan sperma panas yang menabrak dinding-dinding liang kewanitaan dan juga mulut rahim Alya.
Hal ini membuat Alya orgasme yang kedua kalinya. Alya balas memeluk tubuh Ricky erat-erat. Ia memejamkan kedua matanya sekuat tenaganya dan berteriak, "WIRAAAAAAA.... MA-AAAAAAAAAF!!!" pokek ku udah ngak perawan lagi.....

1 komentar: