ALYA ROHALI
" Ngentot Lubang Pokek Alya yang Montok,
Akibat Obat Perangsang "
Cuaca cukup cerah di Senin malam itu. Alya,
Ricky, Wawan dan Zulfikri sedang makan malam bersama. Ricky, Wawan dan Zulfikri
adalah rekan sekerja Alya di kantor. Dan kebetulan mereka berempat dikirim oleh
kantor pusat ke suatu pulau untuk tugas dinas.
Sejak hari pertama mereka tiba di sana, Ricky
sudah sering mengolok-olok Alya. Malam itu tidaklah berbeda. Ricky menantang Alya
untuk menyicipi minuman tradisional khusus daerah sana. Seperti biasanya, Alya
tidak
menghiraukan Ricky. Namun karena terus menerus diolok-olok oleh ketiga
pria tersebut, Alya akhirnya menyetujui untuk mencoba minuman itu (hanya agar
mereka berhenti mengolok-olok dirinya).
Begitu kerasnya guncangan tubuh mereka berdua sehingga tas Zulfikri terjatuh. Dari dalam tas itu sebuah botol Red Bull kosong bergulir keluar ke atas lantai, menjadi saksi bisu kenikmatan terlarang yang Alya rasakan.Cuaca cukup cerah di Senin malam itu. Alya, Ricky, Wawan dan Zulfikri sedang makan malam bersama. Ricky, Wawan dan Zulfikri adalah rekan sekerja Alya di kantor. Dan kebetulan mereka berempat dikirim oleh kantor pusat ke suatu pulau untuk tugas dinas.
Sejak hari pertama mereka tiba di sana, Ricky sudah sering mengolok-olok Alya. Malam itu tidaklah berbeda. Ricky menantang Alya untuk menyicipi minuman tradisional khusus daerah sana. Seperti biasanya, Alya tidak menghiraukan Ricky. Namun karena terus menerus diolok-olok oleh ketiga pria tersebut, Alya akhirnya menyetujui untuk mencoba minuman itu (hanya agar mereka berhenti mengolok-olok dirinya).
Begitu kerasnya guncangan tubuh mereka berdua sehingga tas Zulfikri terjatuh. Dari dalam tas itu sebuah botol Red Bull kosong bergulir keluar ke atas lantai, menjadi saksi bisu kenikmatan terlarang yang Alya rasakan.Cuaca cukup cerah di Senin malam itu. Alya, Ricky, Wawan dan Zulfikri sedang makan malam bersama. Ricky, Wawan dan Zulfikri adalah rekan sekerja Alya di kantor. Dan kebetulan mereka berempat dikirim oleh kantor pusat ke suatu pulau untuk tugas dinas.
Sejak hari pertama mereka tiba di sana, Ricky sudah sering mengolok-olok Alya. Malam itu tidaklah berbeda. Ricky menantang Alya untuk menyicipi minuman tradisional khusus daerah sana. Seperti biasanya, Alya tidak menghiraukan Ricky. Namun karena terus menerus diolok-olok oleh ketiga pria tersebut, Alya akhirnya menyetujui untuk mencoba minuman itu (hanya agar mereka berhenti mengolok-olok dirinya).
Alya memanggil pelayan untuk memesan minuman
itu dan setelah menunggu kurang lebih lima menit, minuman tersebut sudah
diantar ke hadapan Alya. Minuman tersebut sama sekali tidak terlihat
spesial/khas. Alya memperhatikan minuman itu dan tidak menemui adanya
'keanehan' dan lebih menyerupai teh encer.
Tidak melihat keanehan apa-apa pada minuman
itu, Alya menegaknya perlahan-lahan. Rasa manis dan menyegarkan membasuh mulut
dan tenggorokan Alya. Saat hampir habis minuman itu diteguknya, Alya mencoba untuk
mengingat-ingat dimana ia pernah merasakan minuman seperti ini sebelumnya.
Namun ia tidak berhasil mengingatnya.
"Jadi bagaimana minumannya? Enak,
kan?" tanya Ricky dengan senyum licik. Wawan dan Zulfikri pun menyeringai.
Alya menepis semua pemikiran negatif dalam
benaknya, walau sebenarnya hatinya sempat mencelos saat ia sadar bahwa ia baru
saja minum minuman yang terbuka. "Toh minuman ini dibawa dari dapur
langsung oleh si pelayan," pikirnya lagi, jadi tidak mungkin ketiga pria
ini menyabotase minuman tersebut.
Sepuluh menit setelah itu, mereka berempat
kembali ke ruang training untuk melanjutkan proyek pekerjaan mereka di pulau
tersebut. Alya seperti biasa meluangkan waktunya untuk chatting dengan Wira di
sela-sela waktu kerjanya. Dan malam itu semangat Alya terasa lebih tinggi
daripada hari-hari biasanya. Mungkin karena tadi ia menyempatkan diri untuk
tidur siang, pikirnya.
Detik berganti detik, menit berganti menit
tanpa terasa. Perbincangan dengan Wira semakin 'memanas' dan jantung Alya mulai
berdebar-debar.
Lalu Ricky bangkit berdiri dan menyuruh para
manager dan peserta training untuk meninggalkan ruangan itu. Tidak biasanya
Ricky menyudahi session lebih awal, terlebih lagi menyuruh para peserta untuk
meninggalkan ruangan seperti ini. Walau merasa aneh atas perbuatan Ricky, Alya
tidak berniat untuk menggubrisnya karena saat itu ia sedang asyik-asyiknya
chatting dengan Wira.
Setelah semua peserta, kecuali Wawan dan
Zulfikri, meninggalkan ruangan tersebut, Ricky beranjak dari kursinya dan
menghampiri Alya. Dengan sigap Alya cepat-cepat menutupi window percakapannya
dengan Wira dengan window lainnya.
Ricky terkekeh melihat reaksi Alya yang
mencibir dengan tatapan kesal. Ricky tidak perduli atas reaksi Alya karena
sebenarnya ia hanya ingin mengalihkan perhatian Alya. Saat perhatiannya
tertumpu pada Ricky, Wawan bergerak tanpa bersuara dan mengunci pintu ruang
training tersebut. Alya sama sekali tidak menyadari akan semua ini.
Dengan langkah santai, Ricky (dan Wawan)
kembali ke kursinya. Alya melirik dengan ekor matanya, mengikuti gerakan Ricky
sampai ia duduk di kursi. Lalu Alya melanjutkan chatnya dengan Wira.
Ricky membuka suaranya, memulai perbincangan
dengan topik yang tidak jelas. Sampai pada akhirnya ia mulai menanyakan Alya
mengenai minuman yang ia minum tadi.
Bagaimana rasanya? Apakah ia menyukainya?
Pernahkah ia minum minuman yang rasanya seperti itu sebelumnya? Apa yang ia
rasakan setelah minum minuman itu? Dan sebagainya.
Lalu pertanyaan Ricky semakin terperinci,
"Apakah jantungmu terasa berdebar-debar sekarang?"
Alya tersentak. Bagaimana ia bisa tahu hal
ini... paling-paling hanya kebetulan, pikirnya. Lalu ia menjawab, "Detak
jantungku biasa aja tuh!" tidak ingin memberikan jawaban yang diinginkan
oleh Ricky.
"Masa sih kamu ga berasa?" tanyanya
lagi.
Semakin ditanya, Alya malah semakin merasakan
detak jantungnya berdebar-debar. Ia menjadi kian gelisah.
Tidak menunggu jawaban dari Alya, Ricky
melanjutkan rentetan pertanyaannya. "Apakah kamu merasa tubuhmu panas? ...
Hot?"
"Nggak," jawab Alya singkat.
"Ah, ga perlu bohong, Mala. Mungkin kamu
belum menyadarinya aja."
Saat itu sebenarnya Alya memang tidak merasa
tubuhnya menjadi panas, namun karena mendapat pertanyaan seperti itu otaknya
menjadi semakin peka atas perubahan suhu tubuhnya walau perubahan suhunya
sangatlah kecil.
Dan benar saja, Alya sudah dapat merasakan
naiknya temperatur di bagian punggung dan dada atasnya. "Asem! Mengapa
tebakan-tebakannya tepat semua? Jangan-jangan minuman itu...," Alya tidak
berani menyelesaikan pemikirannya.
Dengan hati yang semakin cemas, Alya melirik
ke Wawan, Zulfikri lalu kembali ke Ricky. "Apa yang kalian taruh di
minumanku?" tanya Alya dengan nada memerintah.
"Hahahaha! Masa sih kamu nggak
tahu?" akhirnya Zulfikri membuka suaranya.
"Setelah sekian lama kamu bergaul dengan
kita-kita, masa kamu ndak belajar apa-apa dari semua perbincangan kita?"
Wawan menambahkan.
Ricky bergerak menghampiri Alya yang terduduk
kaku. Jantung Alya seakan disiram air es dan berhenti berdetak. Lalu Ricky
mendekatkan wajahnya ke samping telinga Alya dan berbisik, "Kamu itu
wanita yang pintar, jadi kamu seharusnya udah bisa nebak apa yang kamu minum
tadi, honey."
Mata Alya membesar, wajahnya memucat walau
wajahnya terasa panas. Ia menghempaskan punggungnya ke sandaran kursi. Berawal
dari gerakan yang tak terlihat, Alya menggeleng-gelengkan kepalanya dari bahu
ke bahu.
"Nggak! Nggak mungkin! Kalian bohong!
Aku ga lihat kalian memasukkan apa-apa ke dalam minumanku!" bantah Alya
dengan suara parau.
"Dasar denial! Emang! Kami ga masukin
apa-apa," Ricky tidak mencoba membantah, "tapi kamu ga akan nyangka
betapa mudahnya pekerja hotel ini mengabulkan permintaan khusus cuma dengan
imbalan ekstra yang setimpal."
Pikiran Alya segera menelusuri pekerja-pekerja
hotel yang mungkin mau saja diperalat oleh para cecunguk ini. "Si pelayan?
Hmmm.... mungkin aja sih. Atau si chef muda yang diam-diam sering melirik
aku?" benak Alya.
Pikiran Alya terhenti oleh pertanyaan Ricky,
"Bagaimana? Kamu udah merasakan efek-efek lainnya? Putingmu udah menegang?
Pokekmu udah basah?"
Mendengar pertanyaan-pertanyaan itu, secara
refleks Alya menarik masuk dadanya berharap puting susunya tidak terjiplak
menonjol pada baju yang ia kenakan. Namun karena begitu cemasnya, Alya malahan
tanpa sadar menanti-nanti efek tersebut timbul pada tubuhnya. Hatinya sedikit
lega karena setidaknya ia sama sekali tidak merasa terangsang dan efek-efek
yang Ricky sebutkan tadi belum muncul juga sampai saat itu.
"Moga-moga obat
perangsang yang aku minum ga bereaksi secara optimal atas tubuhku
deh," Alya mencoba untuk menghibur dirinya sendiri.
Sedang otaknya sibuk berpikir, Alya tidak
menyadari Ricky sudah memberi isyarat kepada Wawan dan Zulfikri untuk berdiri
di belakang kiri dan kanan Alya. Dengan satu anggukan kecil Ricky, Wawan dan
Zulfikri secepat kilat mengamankan Alya.
Mereka berdua masing-masing memegang lengan
dan pundak Alya dengan erat. Alya terkejut dan langsung berusaha untuk
melepaskan diri dari cengkraman Wawan dan Zulfikri. Ia dapat menebak apa yang
hendak mereka perbuat atas dirinya. Dengan penuh ketakutan Alya menghentakkan
kakinya agar dapat bangkit dari tempat duduknya. Wawan dan Zulfikri memberi
tekanan yang kuat pada pundaknya sehingga usaha Alya jadi sia-sia. Alya
menggoyang-goyangkan seluruh tubuh bagian atasnya sejadi-jadinya, berharap
setidaknya pegangan salah satu dari mereka menjadi longgar.
BREETT! Alya melihat Ricky membuang sobekan
baju ke lantai. Ya, baju atasnya sudah terkoyak sehingga payudara Alya yang
masih terbungkus BH dapat terlihat dengan jelas. Ricky lanjut mencabik-cabik
sisa kaos Alya seperti kerasukan setan.
"STOOOOOP! Please stop, Ricky!"
teriak Alya sekuat tenaga.
Ricky berhenti lalu mendongakkan kepalanya
untuk menatap mata Alya.
Alya sempat kaget mendapati Ricky menuruti
perintahnya. Lalu dengan mata berlinang air mata, Alya memohon, "Please,
Ricky. Lepasin aku sekarang juga. Aku ga akan laporin kejadian ini ke kak Joko.
Aku ga akan ngadu hal ini ke siapa-siapa deh, termasuk Wira. Aku mohon, lepasin
aku."
Ricky mundur satu langkah. Lalu Ricky
melayangkan pandangannya ke Wawan lalu berpindah ke Zulfikri seakan hendak
meminta persetujuan mereka berdua.
Alya mengikuti pandangan Ricky untuk melihat
respon dari mereka berdua. Ia mendapati Wawan dan Zulfikri sedang memandang
matanya dalam-dalam. Setelah beberapa saat, Alya menyadari bahwa Wawan dan
Zulfikri ternyata bukanlah sedang menatap matanya. Pandangan mereka yang penuh
birahi melekat pada belahan bukit dada Alya yang putih mulus itu.
Mengetahui apa yang sebentar lagi bakal
terjadi atas dirinya, air mata Alya semakin deras mengalir. Senyum Ricky
tersungging menghias wajahnya yang penuh percaya diri. Lalu ia menghampiri
wajah Alya dekat-dekat sehingga Alya dapat merasakan nafas Ricky yang sudah
menderu di wajahnya.
"Aku harap kamu suka tantangan, Alya.
Jadi gini... Aku akan lepasin kamu kalo kamu bisa lolos tantangan yang aku
kasih."
"Aku akan membiarkan kamu selama 5
menit. Aku ga akan sentuh kamu selama itu. Dan setelah 5 menit berlalu, aku
akan cek 2 hal. Kalo setelah 5 menit itu ternyata puting kamu ga mengeras dan
Pokek kamu ga basah, aku akan lepasin kamu tanpa embel-embel ini itu."
"Tapi... kalo puting kamu mengeras dan
Pokek kamu basah," Ricky berhenti sejenak sebelum meneruskan kalimatnya,
"Hahahaha... Kita akan berpesta pora rame-rame dengan kemaluan mu!"
"Asoooy!"
"Mantaaaaaap!"
Seperti mendapat durian runtuh, Wawan dan
Zulfikri bersorak sorai kegirangan.
Alya berpikir keras dalam otaknya, "Udah
pasti aku ga punya hak apa-apa untuk bernegosiasi sama Ricky. Aku cuma bisa
berharap untuk lolos dari tantangan ini dan berharap Ricky benar-benar menepati
janjinya untuk lepasin aku. Ga ada pilihan lain. Untungnya saat ini aku belum
merasakan sepenuhnya efek dari obat perangsang wanita yang mereka kasih. Jadi,
semakin cepat tantangan ini dimulai, semakin baik. Uhhh... moga-moga dalam 5
menit ke depan, obat perangsangnya ga sempat bereaksi pada payudara dan Pokekku
deh."
"Baik! Tapi kamu harus pegang janjimu,
OK?"
"Of course! Aku selalu pegang
janji-janjiku. Kamu ga usah khawatir," sanggah Ricky.
Dengan santai Ricky menggeser meja tempat Alya
menggunakan laptopnya ke samping sehingga tidak ada barang yang menghalangi di
antara Alya dan Ricky. Ia bahkan menyempatkan dirinya untuk melirik ke layar
laptop Alya dan melihat percakapannya dengan Wira yang terganggu. Terlihat Wira
berkali-kali memanggil Alya via chat.
Ricky terkekeh lalu menyeret kursinya
sehingga ia duduk berhadap-hadapan dengan Alya yang masih diamankan oleh Wawan
dan Zulfikri.
"Tantangannya udah mulai belum sih?
Kenapa Wawan dan Zul masih pegangin tanganku nih?" tanya Alya, tidak sabar
melihat Ricky yang sengaja mengulur-ulur waktu. Alya yakin Ricky tahu bahwa
belum cukup waktu buat obat perangsang tersebut untuk bereaksi secara optimal
pada tubuhnya. Setiap menit yang terbuang memperbesar kemungkinan tubuhnya
menjadi terangsang.
"Belum, honey. Aku perlu kepastian kalo
kamu ga bakalan kabur dari tempat ini. Dan kepastian tersebut cuma bisa aku
dapat kalo Wawan dan Zulfikri tetap pegangin kamu."
"Tenang aja, Mala. Kita bertiga akan
bersikap fair kok. Walau Wawan dan Zul pegangin tangan dan pundakmu,
tangan-tangan mereka ga akan grepe-grepe kamu deh," tambah Ricky.
"Jadi kapan kamu mau mulai tantangan
ini?" Alya bertanya dengan suara setengah berteriak.
"Sabar, sabar, my darling Alya. Aku
perlu cari jam tanganku dulu, nih. Aku ga inget aku taruh dimana," jawab
Ricky sambil menahan tawanya.
Mulut Alya mengatup rapat karena geram.
Harapannya sedikit demi sedikit mulai berkurang lantaran terlihatnya kecurangan
terselubung yang mereka praktekkan. Mata Alya mengikuti kemana Ricky bergerak.
Ricky bangkit berdiri dan terlihat sibuk mencari-cari dimana gerangan jam
tangannya.
Detik demi detik berlalu. Menit berganti
menit. Walau tubuh bagian atasnya hanya ditutupi oleh BH berwarna krem, namun
butir-butir keringat tetap merembes keluar dari kening dan dahi Alya.
Jantungnya pun masih berdetak dengan cepat. Alya semakin resah menunggu reaksi
obat perangsang yang mungkin sewaktu-waktu memercik birahi tubuhnya.
Lalu Alya teringat kalau bukan hanya Ricky
yang selalu mengenakan jam tangan. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri untuk
melihat pergelangan tangan Wawan dan Zulfikri.
Yes! Zulfikri mengenakan jam tangan. Alya
segera berseru, "Ricky! Tuh pakai aja jam tangan Zul."
Ricky berpura-pura terkejut dan baru
menyadari bahwa Zulfikri pun mengenakan jam tangan. "Oh benar juga yah.
Kenapa kamu ga ngomong dari tadi, Zul?"
Ricky melangkah mendekati mereka. Masih
dengan gerakan yang santai, Ricky melepaskan jam tangan Zulfikri.
Tiba-tiba jam tangan itu terjatuh dan
mengenai dada Alya. Ricky berusaha menangkap jam tangan yang terjatuh itu. Dan
dengan gerakan yang ceroboh, Ricky 'tanpa sengaja' membelai bukit kenyal Alya
dengan punggung tangannya.
"Oops, maaf. Aku ga sengaja lho sentuh
payudaramu," penjelasan Ricky terasa hambar apalagi ditambah senyum yang
semakin melebar.
"Ayo, cepat mulai dihitung 5 menit
tantangan ini!" Alya dengan setengah hati mengacuhkan sentuhan tangan
Ricky pada payudaranya.
Kait pada jam tersebut tersangkut pada bagian
depan BH Alya. Alya benar-benar tidak habis pikir bagaimana mungkin hal ini
bisa terjadi.
Ricky menarik ke atas jam tangan yang masih
tersangkut di BH Alya sehingga seluruh bagian depan BH itu terangkat naik.
Kedua puting susu Alya terekspos di hadapan ketiga pria itu. Wawan dan Zulfikri
mungkin tidak dapat melihat dengan jelas pemandangan indah itu namun dilihat
dari raut wajah Ricky, Alya yakin bahwa Ricky sangat menyukai apa yang ia lihat
di hadapannya.
Mata Ricky melotot dan berbinar-binar. Kedua
alisnya terangkat tinggi-tinggi. Bibirnya terbuka menghiasi senyumnya yang
lebar. Dadanya kembang kempis seiring dengan nafasnya yang terdengar semakin
berat.
Tanpa sadar Alya melirik ke selangkangan
Ricky. Jantung Alya seakan berhenti berdegup ketika ia melihat tonjolan besar
di celana Ricky. Wajah Alya bersemu semakin merah saat dirinya secara refleks
memvisualisasi Peler Ricky yang sudah keras berereksi di balik tonjolan besar
itu. Jika tadi jantungnya serasa berhenti berdetak, kini jantung Alya serasa
berdetak dua kali lebih cepat.
Langsung Alya memalingkan wajahnya ke lantai
dekat kakinya. Walaupun merasa jijik karena membayangkan Peler Ricky, Alya
merasakan api birahinya mulai memercik. "Oh, tidak! Jangan, please. Tahan
sebentar lagi! Jangan sekarang!" serunya dalam hati.
"Oho! Kamu kaget yah lihat
'peralatanku'? Apakah batangku lebih besar dari batang Wira? Kamu pernah lihat
Peler dia kan? Atau... jangan-jangan kamu belum pernah sama sekali melihat
Peler seorang lelaki?"
Pertanyaan demi pertanyaan membuat kepala Alya
semakin menunduk malu. Ia tidak berani menatap Ricky lalu memutuskan untuk
menutup matanya erat-erat sambil berharap agar bayangan Peler Ricky dapat
hilang dari benaknya.
Selagi berusaha mengalihkan pikirannya ke hal-hal lain sambil menutup kedua matanya, Alya tersadar oleh suara tawa geli Wawan dan Zulfikri. Berkat rasa ingin tahunya yang begitu besar akhirnya Alya memutuskan untuk membuka matanya untuk melihat apa yang membuat mereka cekikikan.
Bola mata Alya seperti hendak keluar dari
tempatnya saat ia melihat Ricky berdiri di hadapannya dalam keadaan telanjang
bulat. Kursi Ricky sudah bergeser ke pinggir ruangan. Pelernya yang tebal dan
kekar terlihat sangat besar dan begitu kontras dibanding dengan perawakannya
yang pendek. Pandangan Alya menempel lekat-lekat pada batang kejantanan Ricky.
Mulut Alya masih menganga saat Ricky mengangkat suaranya.
"Gimana, Alya? Takjub? Peler ini udah
membuat banyak wanita bergelinjang penuh kenikmatan. Hahahaha!" tawa Ricky
memenuhi ruang training itu. Lalu ia melanjutkan, "Ga usah kuatir. Sehabis
5 menit tantangan ini, kamu pun bisa menikmati batangku kok."
Terbangun dari lamunan Alya mengatupkan
mulutnya cepat-cepat dan berseru, "Ayo! Dimulai perhitungan jamnya! Lima
menit, kan?"
Kali ini Ricky menuruti permintaan Alya. Ia
memencet-mencet jam tangan Zulfikri dan akhirnya berkata, "Ok! Lima
menit... set... GO!"
Alya tadi memang sempat mengira obat
perangsang itu sudah bereaksi, namun sekarang ia yakin dirinya ternyata belum
merasakan reaksi apa-apa. Walaupun demikian, jantungnya semakin kencang
berdegup.
"Tiga puluh detik...," kata Ricky
perlahan.
Peluh di kening Alya menetes dan jatuh
merembes ke kain celananya. Alya merasa 30 detik berlalu dengan sangat lambat.
Ia terus berharap obat perangsang itu tidak menimbulkan reaksi apa-apa.
Kalaupun obat tersebut memang akhirnya menimbulkan reaksi, Alya sangat berharap
reaksi itu baru muncul setelah tantangan ini berakhir.
Sambil memegang jam tangan Zulfikri di tangan
kirinya, Ricky menghampiri Alya. Pelernya mengangguk-angguk seirama dengan
langkah kaki Ricky.
Alya mengalihkan pandangannya ke samping
namun melalui ekor matanya ia masih dapat melihat batang kemaluan Ricky.
Akhirnya Alya menutup kedua matanya.
"Satu menit udah lewat!"
Masih belum ada tanda-tanda reaksi dari obat
perangsang itu pada diri Alya. Namun tidak lama setelah itu, Alya merasakan
Ricky sedang melakukan sesuatu di dekatnya. Tubuhnya sama sekali tidak disentuh
oleh Ricky, tapi Alya dapat merasakan Ricky dari pergerakan udara di
sekitarnya.
Sedang serius-seriusnya berkonsentrasi, Alya
tiba-tiba merasakan semilir angin berhembus mengenai puting kirinya. Ia mencoba
untuk mengacuhkannya namun makin lama hembusan lembut itu semakin kuat.
Lalu tiba-tiba saja hembusan itu terhenti dan
berganti dengan hawa hangat yang menyelimuti puting dan daerah sekitarnya. Alya
merasakan hawa hangat itu seakan menari-nari dengan liar di putingnya. Tak
dapat menahan rasa ingin tahunya, Alya segera membuka matanya dan melihat dari
mana sumber tarian hawa hangat tersebut.
Mulut Ricky terbuka lebar di depan payudara
kiri Alya dan lidahnya bergetar naik turun dengan cepat seperti gerakan
mengipas. Lidah Ricky sama sekali tidak menyentuh putingnya, akan tetapi Alya
dapat merasakan tiap jilatan dari angin yang tercipta oleh gerakan lidah Ricky
pada putingnya.
"Hey! Ga boleh gitu dong!" seru Alya
tanpa berpikir panjang.
Ricky mendongak lalu mengatupkan mulutnya.
"Kenapa? Aku ga nyentuh tubuhmu sama sekali, kan?" dalih Ricky.
Alya membuka mulutnya untuk menyanggah namun
otaknya tidak dapat menemukan kata-kata untuk ia ucapkan.
"Emangnya kenapa? Lidahku ga bikin kamu
terangsang, kan?" kata Ricky sebelum memperagakan gerakan lidahnya lagi
kepada Alya.
Alya memalingkan wajahnya ke kanan dan tetap
diam seribu bahasa. Ricky mengikuti arah wajah Alya dengan membungkuk di depan
payudara kanan Alya. Ia sengaja memilih payudara ini karena ingin Alya melihat
wajahnya. Ia kembali menggunakan lidahnya untuk menjilati udara di dekat puting
itu.
Alya setengah terpaksa melihat perbuatan
Ricky ini. Di satu sisi ia tidak ingin melihat perbuatan jijik ini namun di
sisi lain ia juga ingin memastikan bahwa Ricky tidak berbuat curang.
Alya dapat melihat lidah Ricky meliuk-liuk
dengan kecepatan yang tak menentu. Kadang lidahnya bergerak dengan cepat,
kadang bergerak dengan sangat lambat. Namun satu hal yang pasti, lidah Ricky
sering mencapai jarak yang sangat dekat dari putingnya. Ya, Ricky selalu
berhasil membuat lidahnya hampir bersentuhan dengan puting Alya.
Sementara matanya tertumpu pada permainan
lidah Ricky pada putingnya, Alya tiba-tiba merasakan obat perangsang itu mulai
bereaksi lagi pada tubuhnya.
Energi birahi dalam tubuhnya mulai menggeliat
keluar dari daerah sekitar payudaranya, perlahan namun pasti.
"Oh, please, jangan!" hatinya
menjerit.
Dan benar saja, puting kanannya mulai
membesar, tonjolan itu semakin keluar lalu mulai mengeras. Alya cepat-cepat
memikirkan hal-hal lain yang dapat mengalihkan perhatiannya dari birahi akibat
obat perangsang yang ia minum. Dan ia teringat, "Eh! Udah berapa menit
nih?"
Sambil terus meliuk-liukkan lidahnya, ia
tidak menjawab pertanyaan itu. Ricky melirik ke wajah Alya. Beberapa detik
kemudian Ricky menghentikan apa yang ia lakukan dan berkata, "Kenapa kamu
tiba-tiba mau tau? Jangan-jangan..."
Senyum lebar menghias wajah Ricky saat ia
mendapati puting kanan Alya sudah berdiri tegang. "Aha! Satu puting
selesai, tinggal satu puting lagi!" Ia berpindah ke puting kiri Alya lalu
membungkuk untuk memulai.
"Berapa menit lagi? Ayo kasih tahu
aku!" pinta Alya dengan nada memerintah.
"Oh iya, aku sampai lupa lihat
jam."
Ricky memperhatikan jam Zulfikri beberapa
saat sebelum akhirnya berkata, "Masih sekitar 3 menit lagi kok."
Tidak butuh waktu lama untuk puting kiri Alya
mengeras dan berdiri tegak. Bayangan lidah Ricky yang nyaris menjilat-jilat
putingnya laksana bensin pada api birahinya. Ricky yang sudah berpengalaman
dengan wanita dapat menduga hal ini dengan mudah.
"Stop! Kamu curang! Ga boleh gitu
dong!" protes Alya.
"Aku ga pernah bilang kalo aku ga boleh
melakukan apapun di depanmu, kan? Selama aku ga nyentuh kamu, aku ga langgar
syarat yang aku berikan tuh."
"Dua putingmu udah gagal dan yang tersisa
cuma tinggal Pokekmu," Ricky berkata penuh bangga. "Ok lah, aku ga
akan pakai trik lidahku pada Pokekmu. Tapi untuk itu, kamu ga boleh pakai
celana sama sekali."
Walau meronta-ronta dan berteriak-teriak
menyuruh Zulfikri untuk menghentikan perbuatannya, pada akhirnya Alya hanya
dapat menerima nasibnya harus bertelanjang di hadapan ketiga pria yang sudah
dikuasai nafsu birahi ini.
"Masih ada 2 menit lagi," Ricky
mengingatkan.
Obat perangsang wanita itu terus memberi
reaksi pada kedua putingnya. Kedua puting susunya tetap keras dan berdiri tegak
walau sudah tidak dirangsang oleh Ricky. Satu hal yang membuat diri Alya agak
lega adalah ia tidak merasakan efek apa-apa pada Pokeknya.
Melihat ekspresi muka Alya yang menjadi
tenang, Ricky mendekatinya dan memperhatikan dengan seksama kedua puting Alya.
Satu persatu ia teliti dengan serius. Alya merasa risih mendapati Ricky yang
bertelanjang bulat berdiri hanya sejangkauan tangannya, memandangi payudaranya
seperti itu.
Tanpa berkata apa-apa, Ricky mulai
mengocok-ngocok batang Pelernya yang sudah berereksi maksimal. Pertama-tama ia
mengocoknya perlahan dan setelah beberapa waktu, kecepatan kocokannya menjadi
bervariasi dan tidak menentu.
"Oooooohhhh...," terdengar lenguh
panjang dari mulut Ricky. Alya melirik sekilas namun pandangan matanya mau
tidak mau melekat pada kepala Peler Ricky yang baru saja mengeluarkan pre-cum,
cairan bening yang berfungsi sebagai pelumas. Tanpa Alya sadari, ia membasahi
bibirnya sendiri dengan lidahnya lalu menelan ludah.
"Aseeem! Kenapa aku ini? Masa sih aku
benar-benar jadi terangsang gara-gara melihat dia?" umpat Alya dalam hati.
"Lebih baik aku tutup rapat-rapat mataku dan pendengaranku. Ayo, alihkan
pikiranmu ke hal-hal lain!"
Melihat Alya menutup matanya rapat-rapat
sementara dada Alya mulai naik turun mengimbangi nafas yang mulai memberat,
Ricky sudah dapat menebak apa yang sedang terjadi pada diri Alya.
Lalu Ricky menganggukan kepalanya, memberi
isyarat kepada Wawan dan Zulfikri. Wawan menarik kedua tangan Alya ke atas dan
menyatukan keduanya di belakang kepalanya. Dengan celana panjang yang ia lucuti
tadi, Zulfikri mengikat kedua tangan Alya dengan cekatan.
Alya terkejut dan membelalak. "Hei,
apa-apaan ini?! Kalian ga akan berbuat curang, kan??"
"Tenang.... (hhh) ... Tantangan ini...
(mmhhh) ... masih berlangsung... (hhhh) ... secara fair kok... (nnhhh)
...." jawab Ricky dengan nafas terengah-engah.
Melihat Peler yang masih ia kocok-kocok
tersebut sudah berubah menjadi merah gelap, Alya spontan menutup matanya
kembali.
Kain celana panjang yang digunakan untuk mengikat tangan Alya masih tersisa dan menjuntai panjang. Zulfikri menarik juntaian kain tersebut ke belakang lalu diikatkannya ke sandaran kursi tempat Alya duduk. Hal ini menyebabkan kedua tangan Alya tertarik ke belakang dan payudaranya terdorong ke luar.
Kain celana panjang yang digunakan untuk mengikat tangan Alya masih tersisa dan menjuntai panjang. Zulfikri menarik juntaian kain tersebut ke belakang lalu diikatkannya ke sandaran kursi tempat Alya duduk. Hal ini menyebabkan kedua tangan Alya tertarik ke belakang dan payudaranya terdorong ke luar.
"Ah!" pekik Alya pelan. Posisi
tubuhnya sangatlah tidak nyaman. Kedua tangan yang tertarik di belakang
kepalanya menyebabkan kedua sikut Alya menunjuk ke langit-langit, dada
membusung, dan panggulnya tertekan ke bawah yang berarti... kemaluan Alya
menekan kuat ke permukaan kursi yang ia duduki.
"Duh, ga boleh gini nih! Kalo kemaluanku
sampai bergesek-gesek dengan kursi ini dapat dipastikan aku bakalan jadi
basah," pikir Alya cepat. Oleh karena itu Alya membuka kedua kakinya
sehingga ia dapat mengangkat lalu memajukan pantatnya sampai ke ujung kursi.
Setidaknya kini bibir Pokek dan klitorisnya tidak bersentuhan dengan permukaan
kursi lagi.
Melihat kesempatan ini, Zulfikri dan Wawan
segera memegangi kedua paha Alya agar ia tidak dapat menutup kedua pahanya
kembali. Alya tidak dapat berkutik lagi. Selangkangannya terpampang untuk
mereka bertiga. Alya dapat merasakan dinding-dinding Pokeknya mulai meleleh
perlahan-lahan. "Sialaaaaaan!" umpatnya dalam hati, "Moga-moga
cairanku ga banyak dan ga sampai mengalir keluar."
Kini tantangan itu masuk ke menit terakhir.
Ricky semakin mempercepat tangannya yang mengocok-ngocok batang kejantanannya
yang kekar itu, sementara Alya masih terus memejamkan matanya.
"Ayo... (hhh) ... tidak perlu ... (hhh) ... malu-malu ... (hhh) ... untuk ... (hhh) ... melihat indahnya Pelerku! ... (mmmhh) ... Aku tahu ... (hhh) ... kamu pernah bayangin ... (ahhh) ... dalam fantasimu. ... (unhhh) ... Aku juga sering kok ... (ohhh) ... bayangin kamu ... (mhhh) ... dalam ... (aahhh)... fantasi-fantasi liarku."
"Ayo... (hhh) ... tidak perlu ... (hhh) ... malu-malu ... (hhh) ... untuk ... (hhh) ... melihat indahnya Pelerku! ... (mmmhh) ... Aku tahu ... (hhh) ... kamu pernah bayangin ... (ahhh) ... dalam fantasimu. ... (unhhh) ... Aku juga sering kok ... (ohhh) ... bayangin kamu ... (mhhh) ... dalam ... (aahhh)... fantasi-fantasi liarku."
Alya tidak menggubris kata-kata Ricky.
Pokeknya masih terlihat kering dan kelihatannya ia dapat menahan gejolak
birahinya sampai saat ini. Mungkin saja Alya dapat lolos dari tantangan ini.
"Ohhhh... Alyaaaa... I love
youuuuuu!"
Lalu tanpa ada tanda apa-apa, tubuh Ricky
bergelinjang kuat. "Nnnnnnggggghhhh!" lenguh Ricky dengan kuat.
Sperma tersembur kencang dari mulut Peler Ricky, tersemprot jauh dan mendarat
di pipi dan bibir Alya.
"AWW!" pekik Alya kaget merasakan
lendir panas mengenai wajahnya. Ia membuka matanya dan melihat Peler Ricky
menyemburkan luapan-luapan lendir sperma panas ke tubuhnya. Dua semprotan
pertama mengenai wajah dan dada Alya, setelah itu diikuti oleh
semprotan-semprotan yang lebih lemah ke perut dan paha Alya. Dan satu gumpalan
kental sperma Ricky yang terakhir melompat dan mendarat tepat di bagian atas
kemaluan Alya.
Ricky merasakan kakinya menjadi lemas
sehingga ia harus berlutut untuk menopang berat badannya. Pelernya yang masih
tegak berdiri dengan angkuhnya sesekali berkejut-kejut setelah baru saja
melewati ejakulasi yang dahsyat. Batang itu terlihat mengkilap karena basah
oleh cairan spermanya sendiri yang melimpah ruah.
Alya masih menganga tidak percaya apa yang
baru saja ia lihat dengan mata kepalanya sendiri. Selama beberapa detik mereka
berempat tidak bersuara dan juga tidak banyak bergerak. Mereka seakan
tercengang oleh kedahsyatan ejakulasi Ricky.
Akhirnya Alya terbangun dari kekagetannya
saat ia merasakan sperma Ricky meleleh turun dan akhirnya masuk ke celah bibir
Pokeknya. "OH, TIDAAAAK!" Mata Alya terbelalak.
"STOP! STOP! Jangan sampai spermanya
masuk! Lepasin aku! Cepaaat!" teriak Alya sambil meronta-ronta sekuat
tenaga.
Zulfikri dan Wawan tidak berniat untuk
melepaskan paha Alya. Mereka hanya saling berpandangan dan tersenyum nakal.
Ricky yang masih berlutut, mengatur pernafasannya agar menjadi lebih teratur.
Lalu Ricky berdiri dan berkata, "Berarti
kita udah tidak perlu lagi mengecek apakah Pokekmu basah atau tidak, kan?
Hahahaha...!"
"Sialaan! Kamu curang! Aku ga
terima!"
"Lho? Perjanjiannya kan: aku akan
melepaskan kamu kalo dalam waktu 5 menit, puting susumu tidak menjadi keras dan
Pokekmu tidak menjadi basah. Gitu, kan?" sanggah Ricky.
"Tapi...," Alya hendak membantah
namun akhirnya mengurungkan niatnya. Ia merasa tidak ada gunanya untuk berdebat
dengan mereka. Pada kenyataannya, memang benar Pokeknya kini menjadi basah oleh
lelehan sperma Ricky. Selain bagian luarnya basah, Alya sendiri pun sebenarnya
merasakan dinding-dinding Pokeknya sudah mengeluarkan cairan pelumas akibat
efek dari obat perangsang yang ia minum.
"Ha! Berarti kita bisa berpesta pora!
YAAAAAAY!" seru Ricky penuh kemenangan.
Ricky mengambil tissue dari kamar mandi lalu
menyeka Pokek Alya yang berlumuran sperma. Alya merinding saat merasakan sensasi
gesekan tissue pada bibir kemaluannya. Setelah kering Ricky berjongkok di
hadapan selangkangan Alya.
Alya merasakan bulu-bulu kemaluannya mengenai
wajah Ricky. Hidung dan bibir Ricky hanya terpaut beberapa milimeter dari bibir
Pokek Alya. Deru nafas Ricky keluar dari mulut dan hidungnya tidak menolong
usaha Alya untuk meredam nafsu birahinya.
"Hey! Ayo cepat! Buruan selesaiin semua
ini! Aku ga mau berlama-lama kek ini!" bentak Alya tak berdaya.
"Oho! Rupanya tuan putri udah nggak
sabar pengen diservis nih?" ejek Zulfikri.
"Asyiiiik. Kita pun ndak perlu
sungkan-sungkan lagi kalo gitu!" tambah Wawan.
Wawan dan Zulfikri menanggalkan pakaian
mereka satu per satu. Baju, celana dan pakaian dalam semua mereka tanggalkan
dalam waktu kurang dari satu menit. Ternyata Peler mereka berdua pun sudah
berereksi penuh.
Alya melihat Peler Zulfikri; agak pendek,
tidak sepanjang Peler Ricky namun jauh lebih tebal dari Peler Ricky. Otot-otot
pada batang kemaluan Zulfikri terlihat sangat kekar dan keras. Lalu Alya
menoleh ke Wawan. Peler Wawan yang paling kecil dari mereka bertiga. Pendek,
ramping dan sedikit bengkok. Mirip dengan Peler Wira, pikir Alya tanpa sadar.
Mendapati ketiga pria ini jadi terangsang
karena dirinya membuat kemaluan Alya meleleh dalam seketika. Aliran darah pada
dinding Pokeknya terasa deras mengalir dan memperlancar mengalirnya cairan
cinta keluar dari bibir kemaluannya.
Ricky dengan mudah dapat melihat betapa
terangsangnya Alya. Nafas yang memburu, dada yang naik turun dengan puting
sekeras penghapus pensil, pipi dan leher yang merona merah, dan cairan cinta
yang merembes keluar dari bibir kemaluan, Alya tidak dapat lari dari kenyataan
bahwa dirinya sudah benar-benar sangat terangsang.
Tanpa membuang waktu, Ricky menuntun ujung
kepala Pelernya yang besar itu menyelinap masuk ke celah bibir Pokek Alya.
Walau hanya sebagian kecil kepala Peler yang masuk, namun mulut Pokek Alya
sudah terasa penuh sesak. Zulfikri dan Wawan sibuk menggerayangi payudara Alya.
Ada sensasi tersendiri yang Alya rasakan atas dua pasang tangan menjamah
tubuhnya dengan penuh birahi. "Mereka benar-benar menginginkan
diriku!"
Alya berkonsentrasi pada kepala Peler Ricky
yang sudah bersiap merobek selaput keperawanannya. Ia mencoba mengantisipasi
rasa sakit yang mungkin akan ia rasakan sebentar lagi. Konsentrasinya langsung
buyar saat tubuhnya melonjak kaget karena jari-jari Zulfikri menjepit keras
puting susunya.
"AAWW!" teriak Alya sambil menatap
Zulfikri dengan marah.
Dengan satu gerakan yang kuat dan mantap,
Ricky menekan pinggulnya dan batang Peler Ricky menyeruak masuk, merobek dengan
sukses selaput dara yang Alya jaga untuk dipersembahkan kepada kekasihnya. Alya
tidak dapat mengungkapkan dengan kata-kata rasa sakit yang ia rasakan saat itu.
Yang pasti air matanya langsung mengalir, telinganya pengang mendengar jeritan yang keluar dari mulutnya sendiri, tubuhnya menegang, dan otot-otot Pokeknya mengencang rapat. Ia berharap dengan merapatkan dinding-dinding Pokeknya dapat mendorong keluar Peler Ricky.
Yang pasti air matanya langsung mengalir, telinganya pengang mendengar jeritan yang keluar dari mulutnya sendiri, tubuhnya menegang, dan otot-otot Pokeknya mengencang rapat. Ia berharap dengan merapatkan dinding-dinding Pokeknya dapat mendorong keluar Peler Ricky.
Setelah selesai merapatkan otot-otot
Pokeknya, Alya mendapatkan batang kejantanan Ricky masih bersemayam di dalam
tubuhnya. Alya menangis sejadi-jadinya karena menyadari keperawanannya sudah
terenggut. Selamanya hilang dan selamanya dirinya tidak dapat lepas dari
kenyataan bahwa orang yang merenggut keperawanannya tak lain adalah Ricky, pria
yang tidak ia cintai.
Ricky tidak ingin menambah rasa sakit Alya
sehingga ia tidak menggerakkan tubuhnya sama sekali. Dengan penuh perasaan
Ricky membelai rambut Alya sambil berbisik, "Maaf... maaf, Alya... Sakit
ya? Aku ga keburu-buru kan? Shhhh... udah, udah... jangan nangis lagi. Semua
bakalan baik-baik aja, OK? Ga usah kuatir, rasa sakitnya cuma sebentar kok. Aku
jamin deh, sebentar lagi kamu pasti bakal ngrasain kenikmatan..."
Suara dan kata-kata Ricky yang lembut terasa
sangat menenangkan hati Alya. Dan benar saja, rasa sakit yang Alya rasakan
sudah hilang tak berbekas. Perlahan-lahan saraf-saraf di liang kewanitaannya
mulai merasakan tebal dan kerasnya Peler Ricky.
Ricky menggerakkan pinggulnya sedikit demi
sedikit, masih berhati-hati agar tidak menyakiti Alya. Tanpa kesulitan yang
berarti Peler Ricky bergerak-gerak maju mundur di liang sempit Alya. Cairan
pelumas yang dikeluarkan oleh tubuh Alya sangat membantu dalam hal ini.
"Aaaahhhh! Kamu ternyata udah basah
bangeeeet!"
Mata Alya membesar. Ia sendiri baru tersadar
betapa basah liang kewanitaannya saat itu. "Nggak... ga mungkin! pokek ku ga
basah!... pokek ku ga basah!" gumam Alya.
"Hohoho, jelas SANGAT basah! Kamu ga
usah bantah lagi deh, Alya. Pelerku sekarang lagi ada di dalam tubuhmu. Jadi
udah pasti aku tau betapa basahnya kamu."
Ricky menarik batang Pelernya keluar namun
masih menyisakan kepala Pelernya terkubur dalam celah sempit Alya. Dari bagian
yang keluar itu, mereka melihat batang Ricky mengkilap karena berlumuran lendir
dari Pokek Alya.
"Wah wah wah... ga nyangka Alya ternyata
punya nafsu seks yang tinggi banget," ejek Ricky.
"Nggak! Bukan gitu! Aku ga terangsang!
Ini kan akibat reaksi dari obat perangsang yang kalian masukin ke
minumanku!" bantah Alya.
Ketiga pria itu saling berpandang-pandangan
selama beberapa waktu sebelum akhirnya gelak tawa mereka bertiga meledak
memenuhi ruangan itu. Alya kebingungan melihat reaksi mereka ini. "Apanya
yang lucu?!" bentak Alya.
Setelah tawanya reda Ricky menjelaskan,
"Alya, Alya... Siapa bilang minumanmu itu ada obat perangsangnya?? Kamu
benaran ga tau yah? Minumanmu itu sebenarnya cuma campuran Red Bull, teh dan
garam dikit. Kita sama sekali ga masukin obat perangsang!"
Alya tidak mempercayai penjelasan Ricky
sedikitpun. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya, "Bohong! Kamu bohong! Aku
ga percaya omonganmu!"
"Hahahaha! Jadi kamu lebih percaya kalo
tadi kamu minum obat perangsang soalnya saat ini kamu udah sangat terangsang,
kan? Jadi dengan kata lain...," Ricky berhenti sejenak, "kamu jadi
terangsang cuma dengan lihat aku bermasturbasi, bahkan tanpa aku sentuh kamu
sama sekali?"
"NGGAK! Aku ga mau percaya
kata-katamu!"
"Terserah, deh. Yang pasti saat ini
tubuhmu udah pengen banget Pelerku masuk lagi," Ricky berkata dengan mata
tertuju pada lelehan yang keluar dari Pokek Alya, mengalir ke batang Peler
Ricky lalu menetes ke lantai.
"Anu... itu...," kali ini Alya
tidak dapat meneruskan kalimatnya. Ia sadar bahwa perkataan Ricky benar adanya.
Pokeknya berdenyut-denyut dengan liar, persis seperti yang biasanya ia rasakan
saat dirinya dalam kondisi yang amat sangat terangsang.
Tanpa menunggu lebih lama lagi, Ricky
mendorong masuk Pelernya. Batang kemaluannya masuk dengan sangat perlahan,
sentimeter demi sentimeter Ricky nikmati dengan suara lenguhan penuh gairah.
Lenguhan Ricky berpadu dengan suara desah Alya yang sudah tidak berhasil ia
tahan lagi.
Tak lama setelah itu suara lenguh, rintih dan
desah Alya dan Ricky mulai saling bersahut-sahutan, saling berganti-gantian
mengisi ruangan yang sudah semakin kental dengan aroma seks. Kecupan bibir,
remasan jari-jari, jilatan lidah, gesekan kulit dengan kulit dari Wawan dan
Zulfikri menambah semarak pesta birahi keempat insan di ruangan tersebut.
Tubuh Alya bergoyang-goyang seirama dengan
hentak pinggul Ricky yang semakin bertenaga dan cepat. Mata Alya yang setengah
terpejam itu tiba-tiba berdelik, mulutnya membentuk huruf A, paru-parunya
menarik udara sebanyak-banyaknya dari hidung dan mulutnya.
Sambil menahan nafasnya selama beberapa detik, pupil matanya semakin membesar dan dahinya berkerut. Lalu dengan satu erangan keras, Alya melepaskan semua pertahanan tubuhnya lalu berorgasme dengan dahsyatnya.
Sambil menahan nafasnya selama beberapa detik, pupil matanya semakin membesar dan dahinya berkerut. Lalu dengan satu erangan keras, Alya melepaskan semua pertahanan tubuhnya lalu berorgasme dengan dahsyatnya.
"AAAAAAAAAAHHHHHHHHHHHH!" mata Alya
terpejam kuat-kuat, kedua kakinya melingkar di pinggang Ricky lalu menguncinya
dengan kencang, ia mencengkram lengan Ricky sekuat tenaga.
Detik berikutnya dinding Pokek Alya
berkejut-kejut dengan ritme yang tak menentu. Liang kewanitaannya berusaha
menyedot batang Ricky masuk lebih dalam lagi. Otot perut dan otot paha Alya
bergetar-getar setelah rasa nikmat itu dalam sekejap menjalar ke seluruh
pelosok tubuhnya.
Setelah sekian lama menahan dirinya untuk
tidak berejakulasi, Ricky harus menghentikan apapun yang ia kerjakan saat itu.
Jika tidak, ia yakin dirinya tidak dapat menahan sensasi yang dirasakan pada
Pelernya, belum lagi ditambah dengan melihat ekspresi wajah Alya yang sangat
erotis.
Baru saja beberapa detik setelah Alya menjadi
tenang, Ricky yang berusaha sekuat tenaga untuk menahan ejakulasinya akhirnya
tidak dapat menahan dirinya lagi. Ia mendekap erat-erat tubuh Alya lalu menekan
masuk Pelernya sedalam mungkin. Bersamaan dengan itu, dari kepala Pelernya
menyembur luapan-luapan sperma panas yang menabrak dinding-dinding liang
kewanitaan dan juga mulut rahim Alya.
Hal ini membuat Alya orgasme yang kedua
kalinya. Alya balas memeluk tubuh Ricky erat-erat. Ia memejamkan kedua matanya
sekuat tenaganya dan berteriak, "WIRAAAAAAA.... MA-AAAAAAAAAF!!!" pokek ku udah ngak perawan lagi.....
Jual Vimax Asli Canada Di Medan
BalasHapusJual Viagra USA 100mg Di Medan
Jual Obat Kuat Di Medan
Jual Vakum Pembesar Penis Di Medan
Jual Obat Penirum Di Medan
Jual Obat Pill KLG Di Medan
Jual Pro Extender Di Medan
Jual Maxman Obat Kuat Di Medan
Jual Cialis 80mg Di Medan