Rabu, 27 Juli 2016



EKA FRESTYA
Pemerkosaan Seorang Polwan Bahenol



Briptu Eka Frestya, 20 tahun, adalah seorang anggota Bintara Polwan yang baru dilantik beberapa bulan yang lalu. Eka Frestya atau sering dipanggil Eka/Yani itu memiliki wajah yang cukup cantik, berkulit putih dengan bibir yang merah merekah, tubuhnya kelihatan agak berisi dan sekal. Orang-orang di sekitarnya pun menilai wajahnya mirip dengan artis Desy Ratnasari.
Banyak orang menyayangkan dirinya yang lebih memilih profesi sebagai seorang polisi wanita daripada menjadi artis atau seorang Foto Model. Maklumlah, dengan penampilannya yang cantik itu Eka Frestya memiliki modal yang cukup untuk berprofesi sebagai seorang Foto Model atau Artis Sinetron.
Tinggi badannya 168 cm dan ukuran bra 36B, membuat penampilannya makin menggairahkan, apalagi ketika ia mengenakan baju seragam dinas Polwan dengan baju dan rok seragam coklatnya yang berukuran ketat sampai-sampai garis celana dalamnya pun terlihat jelas menembus dan menghias kedua buah pantatnya yang sekal. Karena ukuran roknya yang ketat, sehingga saat ia berjalan goyangan pantatnya terlihat aduhai. Semua pria yang berpikiran nakal pastilah ingin mencicipi tubuhnya.


Pada suatu malam sehabis lembur, sekitar jam 10 malam ia berjalan sendirian meninggalkan kantor untuk pulang menuju ke mess yang kebetulan hanya berjarak sekitar 600 meter dari Markas Polda tempatnya berdinas. Dia merasakan badannya amat lelah akibat seharian kerja ditambah lembur tadi, sekujur tubuhnya pun terasa lengket-lengket karena keringat yang juga membasahi seragam dinas yang dikenakanny`.

Dengan berjalan agak lambat, kini tibalah Eka Frestya pada sebuah jalan pintas menuju ke mess yang kini tinggal berjarak 100 meter itu, namun jalan tersebut agak sunyi dan gelap. Tiba-tiba tanpa disadarinya, sebuah mobil Kijang berkaca gelap memotong jalan dan berhenti di depannya. Belum lagi hilang rasa kagetnya, sekonyong-konyong keluar seorang pemuda berbadan kekar dari pintu belakang dan langsung menyeret Bripda Eka Frestya yang tidak sempat memberikan perlawanan itu masuk ke dalam mobil tersebut, dan mobil itu kemudian langsung tancap gas dalam-dalam meninggalkan lokasi.
Di dalam mobil tersebut ada empat orang pria. Bripda Eka Frestya diancam untuk tidak berteriak dan bertindak macam-macam, sementara mobil terus melaju dengan cepat. Eka Frestya yang masih terbengong-bengong pun didudukkan di bagian tengah, diapit 2 orang pria. Sementara mobil melaju, mereka berusaha meremas-remas pahanya. Tangan kedua lelaki tersebut mulai bergantian mengusap-usap kedua paha mulus Eka Frestya.

Naluri polisi Eka Frestya kini bangkit dan berontak. Namun belum lagi berbuat banyak, tiba-tiba lelaki yang duduk di belakangnya memukul kepala Eka Frestya beberapa kali hingga akhirnya Eka Frestya pun mengakhiri perlawanannya dan pingsan.
Kedua tangan Briptu Eka Frestya diikat ke belakang dengan tali tambang hingga dadanya yang montok dan masih dilapisi seragam Polwan itu mencuat ke depan. Sementara itu selama dalam perjalanan kedua orang pria yang mengapitnya itu memanfaatkan kesempatan dengan bernafsu menyingkap rok seragamnya Eka Frestya sampai sepinggang. Setelah itu kedua belah kakinya dibentangkan lebar-labar ke kiri dan kanan sampai akhirnya tangan-tangan nakal kedua lelaki tersebut dengan leluasa menyeruak ke dalam celana dalam Eka Frestya, kemudian dengan bernafsu mengusap-ngusap kemaluan Bripda Eka Frestya.
Akhirnya sampailah mereka di sebuah rumah besar yang sudah lama tidak ditempati di suatu daerah sepi. Mobil langsung masuk ke dalam dan garasi langsung ditutup rapat-rapat. Kemudian Eka Frestya yang masih pingsan itu langsung digotong oleh dua orang yang tadi mengapitnya masuk ke dalam rumah tersebut. Rumah tersebut kelihatan sekali tidak terawat dan kosong, namun di tengah-tengahnya terdapat satu sofa besar yang telah lusuh.
Ternyata di sana sudah menunggu kurang lebih sekitar lima orang pria lagi, jadi total di sana ada sekitar sembilan orang lelaki. Mereka semua berperangai sangar, badan mereka rata-rata dipenuhi oleh tatto dan lusuh tidak terawat, sepertinya mereka jarang mandi.
Briptu Eka Frestya kemudian didudukkan di sebuah kursi sofa panjang di antara mereka.

"Waw betapa cantiknya Polwan ini." guman beberapa lelaki yang menyambut kedatangan rombongan penculik itu sambil memandangi tubuh lunglai Eka Frestya.

Tiba-tiba salah seorang dari mereka berujar memerintah, "Jon.., ambilin air..!"

Seseorang bernama Joni segera keluar ruangan dan tidak lama kemudian masuk dengan seember air.
"Ini Frans..," ujar Joni.
Frans yang berbadan tegap dan berambut gondrong itu berdiri dan menyiramkan air pelan-pelan ke wajah Bripda Eka Frestya.

Beberapa saat kemudian, ketika sadar Polwan cantik itu terlihat sangat terkejut melihat suasana di depannya, "Kamu.." katanya seraya menggerakkan tubuhnya, dan dia sadar kalau tangannya terikat erat.

Kali ini Frans tersenyum, senyum kemenangan.

"Mau apa kamu..!" Bripda Eka Frestya bertanya setengah menghardik kepada Frans.

"Jangan macam-macam ya, saya anggota polisi..!" lanjutnya lagi.
Frans hanya tersenyum, "Silakan saja teriak, nggak bakal ada yang dengar kok. Ini rumah jauh dari mana-mana." kata Frans.
"Asal tau aja, begitu urusan gue di Polda waktu itu beres, elo udah jadi incaran gue nomer satu." sambungnya.

Sadar akan posisinya yang terjepit, keputusasaan pun mulai terlihat di wajah Polwan itu, wajahnya yang cantik sudah mulai terlihat memelas memohon iba. Namun kebencian di hati Frans masih belum padam, terlebih-lebih dia masih ingat ketika Bripda Eka Frestya membekuknya saat dia beraksi melakukan pencopetan di dalam sebuah pasar. Namun karena bukti yang kurang, saat diproses di Polda Frans pun akhirnya dibebaskan. Hal inilah yang membuat Frans mendendam dan bertindak nekat seperti ini.


Memang di kalangan dunia kriminal nama Frans cukup terkenal. Pria yang berusia 40-an tahun itu sering keluar masuk penjara lantaran berbagai tindak kriminal yang telah dibuatnya. Tindakannya seperti mencopet di pasar, merampok pengusaha, membunuh sesama penjahat. Kejahatan terakhir yang belum semat terlacak oleh polisi yang dia lakukan beberapa hari yang lalu adalah merampok dan memperkosa korbannya, yaitu seorang ibu muda yang berusia sekitar 25 tahun, istri dari seorang pengusaha muda yang kaya raya. Ibu itu sendirian di rumahnya yang besar dan mewah karena ditinggal suaminya untuk urusan bisnis di Singapura.



"Ampun Mas, maafkan aku, aku waktu itu terpaksa bersikap begitu." katanya seolah membela diri.

"Ha.. ha.. ha.." Frans tertawa lepas dan serentak lelaki yang lainnya pun ikut tertawa sambil mengejek Bripda Eka Frestya yang duduk terkulai lemas.

"Hei Polwan goblok, gue ini kepala preman sini tau! Elo nangkep gue sama aja bunuh diri!" ujar Frans sambil mengelus-elus dagunya.
"Sekarang elo musti bayar mahal atas tindakan elo itu, dan gue mau kasih elo pelajaran supaya elo tau siapa gue." sambungnya.



Bripda Eka Frestya pun tertunduk lemas seolah dia menyesali tindakan yang telah diambilnya dulu, airmatanya pun mulai berlinang membasahi wajahnya yang cantik itu.

Tiba-tiba, "BUKK.." sebuah pukulan telak menghantam pipi kanannya, membuat tubuh Eka Frestya terlontar ke belakang seraya menjerit. Seorang lelaki berkepala botak telah menghajar pipinya, dan "BUKK" sekali lagi sebuah pukulan dari si botak menghantam perut Eka Frestya dan membuat badannya meringkuk menahan rasa sakit di perutnya.



"Aduh.., ampun Bang.. ampunn..," ujar Eka Frestya dengan suara melemah dan memelas.

Frans sambil melepaskan baju yang dikenakannya berjalan mendekati Eka Frestya, badannya yang hitam dan kekar itu semakin terlihat seram dengan banyaknya tatto yang menghiasi sekujur badannya.

"Udah Yon, sekarang gue mau action." ujar Frans sambil mendorong Yonas si kepala Botak yang menghajar Eka Frestya tadi.



Tidak perduli dengan pembelaan diri Eka Frestya, Frans dengan kasarnya menyingkapkan rok seragam Polwan Eka Frestya ke atas hingga kedua paha mulus Eka Frestya terlihat jelas, juga celana dalam putihnya.

Eka Frestya menatap Frans dengan ketakutan, "Jangan, jangan Mas.." ucapnya memelas seakan tahu hal yang lebih buruk akan menimpa dirinya.

Kemudian, dengan kasar ditariknya celana dalam Eka Frestya sehingga bagian bawah tubuh Eka Frestya telanjang. Kini terlihat gundukan kemaluan Eka Frestya yang ditumbuhi bulu-bulu halus yang tidak begitu lebat, sementara itu Eka Frestya menangis terisak-isak.


Para lelaki yang berada di sekitar Frans itu pun pada terdiam melongo melihat indahnya kemaluan Polwan itu. Untuk sementara ini mereka hanya dapat melihat ketua mereka mengerjai sang Polwan itu untuk melampiaskan dendamnya. Kini Frans memposisikan kepalanya tepat di hadapan selangkangan Eka Frestya yang nampak mengeliat-geliat ketakutan. Tanpa membuang waktu, direntangkannya kedua kaki Eka Frestya hingga selangkangannya agak sedikit terbuka, dan setelah itu dilumatnya kemaluan Eka Frestya dengan bibir Frans.



Dengan rakus bibir dan lidah Frans mengulum, menjilat-jilat ;b>Lubang Pokek Eka Frestya. Badan Eka Frestya pun menggeliat-geliat kerenanya, matanya terpejam, keringat mulai banjir membasahi baju seragam Polwannya, dan rintihan-rintihannya pun mulai keluar dari bibirnya akibat ganasnya serangan bibir Frans di kemaluannya, "Iihh.. iihh.. hhmmh.."



Tidak tahan melihat itu, Joni dan seorang yang bernama Fredi yang berdiri di samping langsung meremas-meremas payudara Eka Frestya yang masih terbungkus seragam itu. Bripda Eka Frestya sesekali nampak berusaha meronta, namun hal itu semakin meningkatkan nafsu Frans. Jari-jari Frans juga meraba secara liar daerah liang kemaluan yang telah banjir oleh cairan kewanitaannya dan air liur Frans. Jari telunjuknya mengorek dan berputar-putar dengan lincah dan sekali-sekali mencoba menusuk-nusuk.

"Aakkh.. Ooughh.." Bripda Eka Frestya semakin keras mengerang-ngerang.






Setelah puas dengan selangkangan Eka Frestya, kini Frans bergeser ke atas ke arah wajah Eka Frestya. Dan kini giliran bibir merah Eka Frestya yang dilumat oleh bibir Frans. Sama ketika melumat kemaluan Eka Frestya, kini bibir Eka Frestya pun dilumat dengan rakusnya, dicium, dikulum dan memainkan lidahnya di dalam rongga mulut Eka Frestya.


"Hmmph.. mmph.. hhmmp.." Eka Frestya hanya dapat memejamkan mata dan mendesah-desah karena mulutnya terus diserbu oleh bibir Frans.

Bunyi decakan dan kecupan semakin keras terdengar, air liur mereka pun meleleh menetes-netes. Sesekali Frans menjilat-jilat dan menghisap-hisap leher jenjang Eka Frestya.



"It's showtime..!" teriak Frans yang disambut oleh kegembiraan teman-temannya.

Kini Frans yang telah puas berciuman berdiri di hadapan Bripda Eka Frestya yang napasnya terengah-engah akibat gempuran Frans tadi, matanya masih terpejam dan kepalanya menoleh ke kiri seolah membuang wajah dari pandangan Frans. Frans pun membuka celana jeans lusuhnya hingga akhirnya telanjang bulat. Kemaluannya yang berukuran besar telah berdiri tegak mengacung siap menelan mangsa.



Kini Frans meluruskan posisi tubuh Eka Frestya dan merentangkan kembali kedua kakinya hingga selangkangannya terkuak sedikit kemudian mengangkat kedua kaki itu serta menekuk hingga bagian paha kedua kaki itu menempel di dada Eka Frestya. Hingga kemaluan Eka Frestya yang berwarna kemerahan itu kini menganga seolah siap menerima serangan. Tangis Eka Frestya semakin keras, badannya terasa gemetaran, dia tahu akan apa-apa yang segera terjadi pada dirinya.




Frans pun mulai menindih tubuh Eka Frestya, tangan kanannya menahan kaki Eka Frestya, sementara tangan kirinya memegangi batang kemaluannya membimbing mengarahkan ke Lubang Pokek Eka Frestya yang telah menganga.

"Ouuhh.. aah.. ampuunn.. Mass..!" rintih Eka Frestya.

Badan Eka Frestya menegang keras saat dirasakan olehnya sebuah benda keras dan tumpul berusaha melesak masuk ke dalam lubang pokeknya.
"Aaakkh..!" Eka Frestya mejerit keras, matanya mendelik, badannya mengejang keras saat Frans dengan kasarnya menghujamkan batang kemaluannya ke dalam lubang pokek Eka Frestya dan melesakkan secara perlahan ke dalam lubang pokek Eka Frestya yang masih kencang dan rapat itu.
Keringat pun kembali membasahi seragam Polwan yang masih dikenakannya itu. Badannya semakin menegang dan mengejan keras disertai lolongan ketika kemaluan Frans berhasil menembus selaput dara yang menjadi kehormatan para gadis itu.


Setelah berhasil menanamkan seluruh batang kemaluannya di dalam lubang pokek Eka Frestya, Frans mulai menggenjotnya mulai dengan irama perlahan-lahan hingga cepat. Darah segar pun mulai mengalir dari sela-sela kemaluan Eka Frestya yang sedang disusupi kemaluan Frans itu. Dengan irama cepat Frans mulai menggenjot tubuh Eka Frestya, rintihan Eka Frestya pun semakin teratur dan berirama mengikuti irama gerakan Frans.

"Ooh.. oh.. oohh..!" badannya terguncang-guncang keras dan terbanting-banting akibat kerasnya genjotan Frans yang semakin bernafsu.



Setelah beberapa menit kemudian badan Frans menegang, kedua tangannya semakin erat mencengkram kepala Eka Frestya, dan akhirnya disertai erangan kenikmatan Frans berejakulasi di rahim Bripda Eka Frestya. Sperma yang dikeluarkannya cukup banyak hingga meluber keluar. Bripda Eka Frestya hanya dapat pasrah menatap wajah Frans dengan panik dan kembali memejamkan mata disaat Frans bergidik untuk menyemburkan sisa spermanya sebelum akhirnya terkulai lemas di atas tubuh Eka Frestya.



Tangis Eka Frestya pun kembali merebak, ia nampak sangat shock. Badan Frans yang terkulai di atas tubuh Eka Frestya pun terguncang-guncang jadinya karena isakan tangisan dari Eka Frestya.

"Gimana rasanya Sayang..? Nikmat kan..?" ujar Frans sambil membelai-belai rambut Eka Frestya.

Beberapa saat lamanya Frans menikmati kecantikan wajah Eka Frestya sambil membelai-belai rambut dan wajah Eka Frestya yang masih merintih-rintih dan menangis itu, sementara kemaluannya masih tertancap di dalam lubang pokek Eka Frestya.


"Makanya jangan main-main sama gue lagi ya Sayang..!" sambung Frans sambil bangkit dan mencabut kemaluannya dari pokek Eka Frestya.

"Ayo siapa yang mau maju, sekarang gil.." ujar Frans kapada teman-temannya.

Belum lagi Frans selesai bicara, Fredi sedari tadi di sampingnya sudah langsung mengambil posisi di depan Eka Frestya yang masih lemas terkulai di kursi sofa. Beberapa orang yang tadinya maju kini mereka mundur lagi, karena memang Fredi adalah orang kedua dalam geng ini.


Fredi yang berumur 38 tahun dan berperawakan sedang ini segera melepaskan celana jeans kumalnya, dan kemudian naik ke atas sofa serta berlutut tepat di atas dada Eka Frestya. Kemaluannya yang telah membesar dan tidak kalah gaharnya dengan kemaluan Frans kini tepat mengarah di depan wajah Eka Frestya. Eka Frestya pun kembali membuang wajah sambil memejamkan matanya. Fredi mulai memaksa Eka Frestya untuk mengoral batang kejantanannya. Tangannya yang keras segera meraih kepala Eka Frestya dan menghadapkan wajahnya ke depan kemaluannya.



Setelah itu kemudian Fredi memaksakan batang kejantanannya masuk ke dalam mulut Eka Frestya hingga masuk sampai pangkal peler dan sepasang buah zakar bergelantungan di depan bibir Eka Frestya, yang kelagapan karena mulutnya kini disumpal oleh kemaluan Fredi yang besar itu. Fredi mulai mengocokkan batang pelernya di dalam mulut Eka Frestya yang megap-megap karena kekurangan oksigen. Dipompanya kemaluannya keluar masuk dangan cepat hingga buah zakarnya memukul-mukul dagu Eka Frestya.



Bunyi berkecipak karena gesekan bibir Eka Frestya dan batang peler yang sedang dikulumnya tidak dapat dihindarkan lagi. Hal ini membuat Fredi yang sedang mengerjainya makin bernafsu dan makin mempercepat gerakan pinggulnya yang tepat berada di depan wajah Eka Frestya. Batang pelernya juga semakin cepat keluar masuk di mulut Eka Frestya, dan sesekali membuat Eka Frestya tersedak dan ingin muntah.



Lima menit lamanya batang peler Fredi sudah dikulumnya dan membuat Eka Frestya makin lemas dan pucat. Akhirnya tubuh Fredi pun mengejan keras dan Fredi menumpahkan spermanya di rongga mulut Eka Frestya. Hal ini membuat Eka Frestya tersetak dan kaget, ingin memuntahkannya keluar namun pegangan tangan Fredi di kepalanya sangat keras sekali, sehingga dengan terpaksa Eka Frestya menelan sebagian besar sperma itu.

"Aaah..," Fredi pun mendesah lega sambil merebahkan badannya ke samping tubuh Eka Frestya.



Segera Eka Frestya meludah dan mencoba memuntahkan sperma dari rongga mulutnya yang nampak dipenuhi oleh cairan lendir putih itu. Belum lagi menumpahkan semuanya, tiba-tiba badannya sudah ditindih oleh Yonas yang dari tadi juga berada di samping.

"Ouuh..," Eka Frestya mendesah akibat ditimpa oleh tubuh Yonas yang ternyata telah telanjang bulat itu.

Kini dengan kasarnya Yonas melucuti baju seragam Polwan yang masih dikenakan Eka Frestya itu. Tetapi karena kedua tangan Eka Frestya masih diikat ke belakang, maka yang terbuka hanya bagian dadanya saja.



Setelah itu dengan kasarnya Yonas menarik BH yang dikenakan Eka Frestya dan menyembullah kedua buah payudara indah milik Eka Frestya itu. Pemandangan itu segera saja mengundang decak kagum dari para lelaki itu.

"Aah.. udah Mass.. ampuunn..!" dengan suara yang lemah dan lirih Eka Frestya mencoba untuk meminta belas kasihan dari para pemerkosanya.

Rupanya hal ini tidak membuahkan hasil sama sekali, terbukti Yonas dengan rakusnya langsung melahap kedua bukit kembar payudara Eka Frestya yang montok itu. Diremas-remas, dikulum dan dihisap-hisapnya kedua payudara indah itu hingga warnanya berubah menjadi kemerah-merahan dan mulai membengkak.



Setelah puas mengerjai bagian payudara itu, kini Yonas mulai akan menyetubuhi Eka Frestya.

"Aaakkhh.." kembali terdengar rintihan Eka Frestya dimana pada saat itu Yonas telah berhasil menanamkan kemaluannya di dalam pokek Eka Frestya.

Mata Eka Frestya kembali terbelalak, tubuhnya kembali menegang dan mengeras merasakan lubang kemaluannya kembali disumpal oleh batang kejantanan lelaki pemerkosanya.



Tanpa membuang waktu lagi, Yonas langsung menggenjot memompakan kemaluannya di dalam kemaluan Eka Frestya. Kembali Eka Frestya hanya dapat merintih-rintih seiring dengan irama gerakan persetubuhan itu.

"Aaahh.. aahh.. oohh.. ahh.. ohh..!"



Selang beberapa menit kemudian Yonas pun akhirnya berejakulasi di rahim Eka Frestya. Yonas pun juga tumbang menyusul Frans dan Fredi setelah merasakan kenikmatan berejakulasi di rahim Eka Frestya. Kini giliran seseorang yang juga tidak kalah berwajah garang, seseorang yang bernama Martinus, badannya tegap dan besar serta berotot, kepalanya plontos, kulitnya gelap, penampilannya khas dari daerah timur Indonesia. Usianya sekitar 35 tahun.



Nampak Martinus yang agak santai mulai mencopot bajunya satu persatu hingga telanjang bulat, kemaluannya yang belum disunat itu pun sudah mengacung besar sekali. Eka Frestya yang masih kepayahan hanya dapat menatap dengan wajah yang sendu, seolah airmatanya telah habis terkuras. Kini hanya tinggal senggukan-senggukan kecil yang keluar dari mulutnya, nafasnya masih terengah-engah gara-gara digenjot oleh Yonas tadi.



Setelah itu dia mendekati Eka Frestya dan menarik tubuhnya dari sofa sampai terjatuh ke lantai. Cengkraman tangannya kuat sekali. Kini dia membalikkan tubuh Eka Frestya hingga telungkup, setelah itu kedua tangan kekarnya memegang pinggul Eka Frestya dan menariknya hingga posisi Eka Frestya kini menungging. Jantung Eka Frestya pun berdebar-debar menanti akan apa yang akan terjadi pada dirinya.



Dan, "Aakkhh.. ja.. jangan di situu.., ough..!" tiba-tiba Eka Frestya menjerit keras, matanya terbelalak dan badannya kembali menegang keras.

Ternyata Martinus berusaha menanamkan batang kejantanannya di lubang anus Eka Frestya. Martinus dengan santainya mencoba melesakkan kejantanannya perlahan-lahan ke dalam lubang anus Eka Frestya.
"Aaakh.. aahh.. sakit.. ahh..!" Eka Frestya meraung-raung kesakitan, badannya semakin mengejang.


Dan akhirnya Martinus bernapas lega disaat seluruh kemaluannya berhasil tertanam di lubang anus Eka Frestya. Kini mulailah dia menyodomi Eka Frestya dengan kedua tangan memeganggi pinggul Eka Frestya. Dia mulai memaju-mundurkan kemaluannya mulai dari irama pelan kemudian kencang sehingga membuat tubuh Eka Frestya tersodok-sodok dengan kencangnya.


"Aahh.. aahh.. aah.. oohh.. sudah.. oohh.. ampun.. saakiit.. ooh..!" begitulah rintihan Eka Frestya sampai akhirnya Martinus berejakulasi dan menyemburkan spermanya ke dalam lubang dubur Eka Frestya yang juga telah mengalami pendarahan itu.



Akan tetapi belum lagi habis sperma yang dikeluarkan oleh Martinus di lubang dubur Eka Frestya, dengan gerakan cepat Martinus membalikkan tubuh Eka Frestya yang masih mengejan kesakitan hingga telentang. Martinus rupanya belum merasakan kepuasan, dan dia tanamkan lagi kejantannya ke dalam lubang pokek Eka Frestya.


"Oouuff.., aahh..!" Eka Frestya kembali merintih saat kemaluan Martinus menusuk dengan keras lubang pokeknya.

Langsung Martinus kembali menggenjot tubuh lemah itu dengan keras dan kasar sampai-sampai membanting-banting tubuh Eka Frestya membentur-bentur lantai.



"Ouh.. oohh.. ohh..!" Eka Frestya merintih-rintih dengan mata terpejam.

Dan akhirnya beberapa menit kemudian Martinus berejakulasi kembali, yang kali ini di rongga pokek Eka Frestya. Begitu tubuh Martinus ambruk, kini giliran seseorang lagi yang telah antri di belakang untuk menikmati tubuh Polwan yang malang ini.

"Giliran gua. Gue dendam sama yang namanya polisi..!" ujar Jack.



Jack, begitulah orang ini sering dipangil, dia adalah residivis keluaran baru yang baru berusia 18 tahun, namun tidaklah kalah sangar dengan Frans atau yang lainnya yang telah berusia 30 sampai 40-an tahun itu. Kejahatannya juga tidak kalah seram, terakhir dia sendirian merampok seorang mahasisiwi yang baru pulang kuliah malam dan kemudian memperkosanya.



Jack memungut topi pet Polwan milik Eka Frestya dan mengenakan ke kepala Eka Frestya yang kini seluruh tubuh lemasnya mulai gemetaran akibat menahan rasa sakit dan pedih di selangkangannya itu. Setelah itu tanpa ragu-ragu Jack memasukkan pelernya langsung menembus pokek Eka Frestya, namun Eka Frestya hanya merintih kecil karena terlalu banyak rasa sakit yang dideritanya. Dan kini seolah semua rasa sakit itu hilang.



Beberapa menit lamanya Jack memolpa tubuh Eka Frestya yang lemah itu. Badan Eka Frestya hanya tersentak-sentak lemah seperti seonggokan daging tanpa tulang. Akhirnya kembali rahim Eka Frestyayang nampak kepayahan itu dibanjiri lagi oleh sperma. Setelah Jack sebagai orang kelima yang memperkosa Eka Frestya tadi, kini empat orang yang lainnya mulai mendekat.



Mereka adalah anggota muda dari geng ini, usia mereka juga masih muda. Ada yang baru berusia 15 tahun dan ada pula yang berusia 17 tahun. Namun penampilan mereka tidak kalah seram dengan para seniornya, aksi mereka berempat beberapa hari yang lalu adalah memperkosa seorang gadis cantik berusia 15 tahun, siswi SMU yang baru pulang sekolah. Gadis cantik yang juga berprofesi sebagai foto model pada sebuah majalah remaja itu mereka culik dan mereka gilir ramai-ramai di sebuah rumah kosong sampai pingsan. Tidak lupa setelah mereka puas, mereka pun menjarah dompet, HP, jam tangan serta kalung milik sang gadis malang tadi.



Rata-rata dari mereka yang dari tadi hanya menjadi penonton sudah tidak dapat menahan nafsu, dan mulailah mereka menyetubuhi Eka Frestya satu persatu. Dibuatnya tubuh Polwan itu menjadi mainan mereka. Orang keenam yang menyetubuhi Eka Frestya berejakulasi di rahim Eka Frestya. Namun pada saat orang ke tujuh yang memilih untuk menyodomi Eka Frestya, tiba-tiba Eka Frestya yang telah kepayahan tadi pingsan.



Setelah orang ketujuh tadi berejakulasi di lubang dubur Eka Frestya, kini orang ke delapan dan ke sembilan berpesta di tubuh Eka Frestya yang telah pingsan itu, mereka masing-masing menyemprotkan sperma mereka di rahim dan wajah Eka Frestya serta ada juga yang berejakulasi di mulut Eka Frestya.



Setelah keempat orang tadi puas, rupanya penderitan Eka Frestya belumlah usai. Frans dan Martinus kembali bangkit dan mereka satu persatu kembali meyetubuhi tubuh Eka Frestya dan sperma mereka berdua kembali tumpah di rahimnya. Kini semuanya telah menikmati tubuh Bripda Eka Frestya sang Polwan yang cantik itu.



Tidak terasa waktu telah menunjukkan pukul 4 pagi, para anggota muda itu diperintah Frans untuk melepas tali yang dari tadi mengikat tangan Eka Frestya. Kemudian mereka disuruh mengenakan dan merapikan seluruh seragam Polwan ke tubuh Eka Frestya, hingga akhirnya Eka Frestya komplit kembali mengenakan seragam Polwannya walau dalam keadaan pingsan.



Setelah itu Frans, Martinus dan Yonas menggotong tubuh Eka Frestya ke mobil Kijang. Mereka bertiga membawa tubuh Eka Frestya kembali ke tempatnya diambil tadi malam. Namun selama dalam perjalanan, tiba-tiba nafsu Yonas kembali bangkit, dia pun mengambil kesempatan terakhir ini untuk kembali memperkosa tubuh Eka Frestya sebanyak dua kali. Dia akhirnya berejakulasi di mulut dan di rahim Eka Frestya beberapa meter sebelum sampai pada tujuan. Frans dan Martinus yang duduk di depan hanya dapat memaklumi, karena nafsu sex Yonas memang besar sekali.


Setelah baju seragam Polwan Eka Frestya dirapikan kembali, tubuh lunglai Bripda Eka Frestya dicampakkan begitu saja di pinggir jalan yang sepi di tempat dimana Eka Frestya tadi diciduk. Tanpa diketahui oleh Frans dan Martinus, Yonas diam-diam rupanya menyimpan celana dalam berwarna putih milik Eka Frestya, dan menjadikannya sebagai kenang-kenangan.

Setelah itu mereka pun meluncur ke rumah kosong tadi untuk menjemput kawanan geng mereka yang masih berada di sana. Kemudian mereka bersembilan langsung meluncur menuju ke pelabuhan guna menumpang sebuah kapal barang untuk melakukan perjalanan jauh. Mereka pun berharap pada saat sepasukan polisi mulai melacak keberadaan mereka, mereka sudah tenang dalam pelayaran menuju ke suatu pulau di wilayah timur Indonesia.


ALYA ROHALI
" Ngentot Lubang Pokek Alya yang Montok, Akibat Obat Perangsang "


Cuaca cukup cerah di Senin malam itu. Alya, Ricky, Wawan dan Zulfikri sedang makan malam bersama. Ricky, Wawan dan Zulfikri adalah rekan sekerja Alya di kantor. Dan kebetulan mereka berempat dikirim oleh kantor pusat ke suatu pulau untuk tugas dinas.
Sejak hari pertama mereka tiba di sana, Ricky sudah sering mengolok-olok Alya. Malam itu tidaklah berbeda. Ricky menantang Alya untuk menyicipi minuman tradisional khusus daerah sana. Seperti biasanya, Alya tidak 
menghiraukan Ricky. Namun karena terus menerus diolok-olok oleh ketiga pria tersebut, Alya akhirnya menyetujui untuk mencoba minuman itu (hanya agar mereka berhenti mengolok-olok dirinya).
Begitu kerasnya guncangan tubuh mereka berdua sehingga tas Zulfikri terjatuh. Dari dalam tas itu sebuah botol Red Bull kosong bergulir keluar ke atas lantai, menjadi saksi bisu kenikmatan terlarang yang Alya rasakan.Cuaca cukup cerah di Senin malam itu. Alya, Ricky, Wawan dan Zulfikri sedang makan malam bersama. Ricky, Wawan dan Zulfikri adalah rekan sekerja Alya di kantor. Dan kebetulan mereka berempat dikirim oleh kantor pusat ke suatu pulau untuk tugas dinas.
Sejak hari pertama mereka tiba di sana, Ricky sudah sering mengolok-olok Alya. Malam itu tidaklah berbeda. Ricky menantang Alya untuk menyicipi minuman tradisional khusus daerah sana. Seperti biasanya, Alya tidak menghiraukan Ricky. Namun karena terus menerus diolok-olok oleh ketiga pria tersebut, Alya akhirnya menyetujui untuk mencoba minuman itu (hanya agar mereka berhenti mengolok-olok dirinya).
Alya memanggil pelayan untuk memesan minuman itu dan setelah menunggu kurang lebih lima menit, minuman tersebut sudah diantar ke hadapan Alya. Minuman tersebut sama sekali tidak terlihat spesial/khas. Alya memperhatikan minuman itu dan tidak menemui adanya 'keanehan' dan lebih menyerupai teh encer.
Tidak melihat keanehan apa-apa pada minuman itu, Alya menegaknya perlahan-lahan. Rasa manis dan menyegarkan membasuh mulut dan tenggorokan Alya. Saat hampir habis minuman itu diteguknya, Alya mencoba untuk mengingat-ingat dimana ia pernah merasakan minuman seperti ini sebelumnya. Namun ia tidak berhasil mengingatnya.
"Jadi bagaimana minumannya? Enak, kan?" tanya Ricky dengan senyum licik. Wawan dan Zulfikri pun menyeringai.
Alya menepis semua pemikiran negatif dalam benaknya, walau sebenarnya hatinya sempat mencelos saat ia sadar bahwa ia baru saja minum minuman yang terbuka. "Toh minuman ini dibawa dari dapur langsung oleh si pelayan," pikirnya lagi, jadi tidak mungkin ketiga pria ini menyabotase minuman tersebut.
Sepuluh menit setelah itu, mereka berempat kembali ke ruang training untuk melanjutkan proyek pekerjaan mereka di pulau tersebut. Alya seperti biasa meluangkan waktunya untuk chatting dengan Wira di sela-sela waktu kerjanya. Dan malam itu semangat Alya terasa lebih tinggi daripada hari-hari biasanya. Mungkin karena tadi ia menyempatkan diri untuk tidur siang, pikirnya.
Detik berganti detik, menit berganti menit tanpa terasa. Perbincangan dengan Wira semakin 'memanas' dan jantung Alya mulai berdebar-debar.
Lalu Ricky bangkit berdiri dan menyuruh para manager dan peserta training untuk meninggalkan ruangan itu. Tidak biasanya Ricky menyudahi session lebih awal, terlebih lagi menyuruh para peserta untuk meninggalkan ruangan seperti ini. Walau merasa aneh atas perbuatan Ricky, Alya tidak berniat untuk menggubrisnya karena saat itu ia sedang asyik-asyiknya chatting dengan Wira.
Setelah semua peserta, kecuali Wawan dan Zulfikri, meninggalkan ruangan tersebut, Ricky beranjak dari kursinya dan menghampiri Alya. Dengan sigap Alya cepat-cepat menutupi window percakapannya dengan Wira dengan window lainnya.
Ricky terkekeh melihat reaksi Alya yang mencibir dengan tatapan kesal. Ricky tidak perduli atas reaksi Alya karena sebenarnya ia hanya ingin mengalihkan perhatian Alya. Saat perhatiannya tertumpu pada Ricky, Wawan bergerak tanpa bersuara dan mengunci pintu ruang training tersebut. Alya sama sekali tidak menyadari akan semua ini.
Dengan langkah santai, Ricky (dan Wawan) kembali ke kursinya. Alya melirik dengan ekor matanya, mengikuti gerakan Ricky sampai ia duduk di kursi. Lalu Alya melanjutkan chatnya dengan Wira.
Ricky membuka suaranya, memulai perbincangan dengan topik yang tidak jelas. Sampai pada akhirnya ia mulai menanyakan Alya mengenai minuman yang ia minum tadi.
Bagaimana rasanya? Apakah ia menyukainya? Pernahkah ia minum minuman yang rasanya seperti itu sebelumnya? Apa yang ia rasakan setelah minum minuman itu? Dan sebagainya.
Lalu pertanyaan Ricky semakin terperinci, "Apakah jantungmu terasa berdebar-debar sekarang?"
Alya tersentak. Bagaimana ia bisa tahu hal ini... paling-paling hanya kebetulan, pikirnya. Lalu ia menjawab, "Detak jantungku biasa aja tuh!" tidak ingin memberikan jawaban yang diinginkan oleh Ricky.
"Masa sih kamu ga berasa?" tanyanya lagi.
Semakin ditanya, Alya malah semakin merasakan detak jantungnya berdebar-debar. Ia menjadi kian gelisah.
Tidak menunggu jawaban dari Alya, Ricky melanjutkan rentetan pertanyaannya. "Apakah kamu merasa tubuhmu panas? ... Hot?"
"Nggak," jawab Alya singkat.
"Ah, ga perlu bohong, Mala. Mungkin kamu belum menyadarinya aja."
Saat itu sebenarnya Alya memang tidak merasa tubuhnya menjadi panas, namun karena mendapat pertanyaan seperti itu otaknya menjadi semakin peka atas perubahan suhu tubuhnya walau perubahan suhunya sangatlah kecil.
Dan benar saja, Alya sudah dapat merasakan naiknya temperatur di bagian punggung dan dada atasnya. "Asem! Mengapa tebakan-tebakannya tepat semua? Jangan-jangan minuman itu...," Alya tidak berani menyelesaikan pemikirannya.
Dengan hati yang semakin cemas, Alya melirik ke Wawan, Zulfikri lalu kembali ke Ricky. "Apa yang kalian taruh di minumanku?" tanya Alya dengan nada memerintah.
"Hahahaha! Masa sih kamu nggak tahu?" akhirnya Zulfikri membuka suaranya.
"Setelah sekian lama kamu bergaul dengan kita-kita, masa kamu ndak belajar apa-apa dari semua perbincangan kita?" Wawan menambahkan.
Ricky bergerak menghampiri Alya yang terduduk kaku. Jantung Alya seakan disiram air es dan berhenti berdetak. Lalu Ricky mendekatkan wajahnya ke samping telinga Alya dan berbisik, "Kamu itu wanita yang pintar, jadi kamu seharusnya udah bisa nebak apa yang kamu minum tadi, honey."
Mata Alya membesar, wajahnya memucat walau wajahnya terasa panas. Ia menghempaskan punggungnya ke sandaran kursi. Berawal dari gerakan yang tak terlihat, Alya menggeleng-gelengkan kepalanya dari bahu ke bahu.
"Nggak! Nggak mungkin! Kalian bohong! Aku ga lihat kalian memasukkan apa-apa ke dalam minumanku!" bantah Alya dengan suara parau.
"Dasar denial! Emang! Kami ga masukin apa-apa," Ricky tidak mencoba membantah, "tapi kamu ga akan nyangka betapa mudahnya pekerja hotel ini mengabulkan permintaan khusus cuma dengan imbalan ekstra yang setimpal."
Pikiran Alya segera menelusuri pekerja-pekerja hotel yang mungkin mau saja diperalat oleh para cecunguk ini. "Si pelayan? Hmmm.... mungkin aja sih. Atau si chef muda yang diam-diam sering melirik aku?" benak Alya.
Pikiran Alya terhenti oleh pertanyaan Ricky, "Bagaimana? Kamu udah merasakan efek-efek lainnya? Putingmu udah menegang? Pokekmu udah basah?"
Mendengar pertanyaan-pertanyaan itu, secara refleks Alya menarik masuk dadanya berharap puting susunya tidak terjiplak menonjol pada baju yang ia kenakan. Namun karena begitu cemasnya, Alya malahan tanpa sadar menanti-nanti efek tersebut timbul pada tubuhnya. Hatinya sedikit lega karena setidaknya ia sama sekali tidak merasa terangsang dan efek-efek yang Ricky sebutkan tadi belum muncul juga sampai saat itu.
"Moga-moga obat perangsang yang aku minum ga bereaksi secara optimal atas tubuhku deh," Alya mencoba untuk menghibur dirinya sendiri.
Sedang otaknya sibuk berpikir, Alya tidak menyadari Ricky sudah memberi isyarat kepada Wawan dan Zulfikri untuk berdiri di belakang kiri dan kanan Alya. Dengan satu anggukan kecil Ricky, Wawan dan Zulfikri secepat kilat mengamankan Alya.
Mereka berdua masing-masing memegang lengan dan pundak Alya dengan erat. Alya terkejut dan langsung berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman Wawan dan Zulfikri. Ia dapat menebak apa yang hendak mereka perbuat atas dirinya. Dengan penuh ketakutan Alya menghentakkan kakinya agar dapat bangkit dari tempat duduknya. Wawan dan Zulfikri memberi tekanan yang kuat pada pundaknya sehingga usaha Alya jadi sia-sia. Alya menggoyang-goyangkan seluruh tubuh bagian atasnya sejadi-jadinya, berharap setidaknya pegangan salah satu dari mereka menjadi longgar.
BREETT! Alya melihat Ricky membuang sobekan baju ke lantai. Ya, baju atasnya sudah terkoyak sehingga payudara Alya yang masih terbungkus BH dapat terlihat dengan jelas. Ricky lanjut mencabik-cabik sisa kaos Alya seperti kerasukan setan.

"STOOOOOP! Please stop, Ricky!" teriak Alya sekuat tenaga.
Ricky berhenti lalu mendongakkan kepalanya untuk menatap mata Alya.
Alya sempat kaget mendapati Ricky menuruti perintahnya. Lalu dengan mata berlinang air mata, Alya memohon, "Please, Ricky. Lepasin aku sekarang juga. Aku ga akan laporin kejadian ini ke kak Joko. Aku ga akan ngadu hal ini ke siapa-siapa deh, termasuk Wira. Aku mohon, lepasin aku."
Ricky mundur satu langkah. Lalu Ricky melayangkan pandangannya ke Wawan lalu berpindah ke Zulfikri seakan hendak meminta persetujuan mereka berdua.
Alya mengikuti pandangan Ricky untuk melihat respon dari mereka berdua. Ia mendapati Wawan dan Zulfikri sedang memandang matanya dalam-dalam. Setelah beberapa saat, Alya menyadari bahwa Wawan dan Zulfikri ternyata bukanlah sedang menatap matanya. Pandangan mereka yang penuh birahi melekat pada belahan bukit dada Alya yang putih mulus itu.
Mengetahui apa yang sebentar lagi bakal terjadi atas dirinya, air mata Alya semakin deras mengalir. Senyum Ricky tersungging menghias wajahnya yang penuh percaya diri. Lalu ia menghampiri wajah Alya dekat-dekat sehingga Alya dapat merasakan nafas Ricky yang sudah menderu di wajahnya.
"Aku harap kamu suka tantangan, Alya. Jadi gini... Aku akan lepasin kamu kalo kamu bisa lolos tantangan yang aku kasih."
"Aku akan membiarkan kamu selama 5 menit. Aku ga akan sentuh kamu selama itu. Dan setelah 5 menit berlalu, aku akan cek 2 hal. Kalo setelah 5 menit itu ternyata puting kamu ga mengeras dan Pokek kamu ga basah, aku akan lepasin kamu tanpa embel-embel ini itu."
"Tapi... kalo puting kamu mengeras dan Pokek kamu basah," Ricky berhenti sejenak sebelum meneruskan kalimatnya, "Hahahaha... Kita akan berpesta pora rame-rame dengan kemaluan mu!"
"Asoooy!"
"Mantaaaaaap!"
Seperti mendapat durian runtuh, Wawan dan Zulfikri bersorak sorai kegirangan.
Alya berpikir keras dalam otaknya, "Udah pasti aku ga punya hak apa-apa untuk bernegosiasi sama Ricky. Aku cuma bisa berharap untuk lolos dari tantangan ini dan berharap Ricky benar-benar menepati janjinya untuk lepasin aku. Ga ada pilihan lain. Untungnya saat ini aku belum merasakan sepenuhnya efek dari obat perangsang wanita yang mereka kasih. Jadi, semakin cepat tantangan ini dimulai, semakin baik. Uhhh... moga-moga dalam 5 menit ke depan, obat perangsangnya ga sempat bereaksi pada payudara dan Pokekku deh."
"Baik! Tapi kamu harus pegang janjimu, OK?"
"Of course! Aku selalu pegang janji-janjiku. Kamu ga usah khawatir," sanggah Ricky.
Dengan santai Ricky menggeser meja tempat Alya menggunakan laptopnya ke samping sehingga tidak ada barang yang menghalangi di antara Alya dan Ricky. Ia bahkan menyempatkan dirinya untuk melirik ke layar laptop Alya dan melihat percakapannya dengan Wira yang terganggu. Terlihat Wira berkali-kali memanggil Alya via chat.
Ricky terkekeh lalu menyeret kursinya sehingga ia duduk berhadap-hadapan dengan Alya yang masih diamankan oleh Wawan dan Zulfikri.
"Tantangannya udah mulai belum sih? Kenapa Wawan dan Zul masih pegangin tanganku nih?" tanya Alya, tidak sabar melihat Ricky yang sengaja mengulur-ulur waktu. Alya yakin Ricky tahu bahwa belum cukup waktu buat obat perangsang tersebut untuk bereaksi secara optimal pada tubuhnya. Setiap menit yang terbuang memperbesar kemungkinan tubuhnya menjadi terangsang.
"Belum, honey. Aku perlu kepastian kalo kamu ga bakalan kabur dari tempat ini. Dan kepastian tersebut cuma bisa aku dapat kalo Wawan dan Zulfikri tetap pegangin kamu."
"Tenang aja, Mala. Kita bertiga akan bersikap fair kok. Walau Wawan dan Zul pegangin tangan dan pundakmu, tangan-tangan mereka ga akan grepe-grepe kamu deh," tambah Ricky.
"Jadi kapan kamu mau mulai tantangan ini?" Alya bertanya dengan suara setengah berteriak.
"Sabar, sabar, my darling Alya. Aku perlu cari jam tanganku dulu, nih. Aku ga inget aku taruh dimana," jawab Ricky sambil menahan tawanya.
Mulut Alya mengatup rapat karena geram. Harapannya sedikit demi sedikit mulai berkurang lantaran terlihatnya kecurangan terselubung yang mereka praktekkan. Mata Alya mengikuti kemana Ricky bergerak. Ricky bangkit berdiri dan terlihat sibuk mencari-cari dimana gerangan jam tangannya.
Detik demi detik berlalu. Menit berganti menit. Walau tubuh bagian atasnya hanya ditutupi oleh BH berwarna krem, namun butir-butir keringat tetap merembes keluar dari kening dan dahi Alya. Jantungnya pun masih berdetak dengan cepat. Alya semakin resah menunggu reaksi obat perangsang yang mungkin sewaktu-waktu memercik birahi tubuhnya.
Lalu Alya teringat kalau bukan hanya Ricky yang selalu mengenakan jam tangan. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri untuk melihat pergelangan tangan Wawan dan Zulfikri.
Yes! Zulfikri mengenakan jam tangan. Alya segera berseru, "Ricky! Tuh pakai aja jam tangan Zul."
Ricky berpura-pura terkejut dan baru menyadari bahwa Zulfikri pun mengenakan jam tangan. "Oh benar juga yah. Kenapa kamu ga ngomong dari tadi, Zul?"
Ricky melangkah mendekati mereka. Masih dengan gerakan yang santai, Ricky melepaskan jam tangan Zulfikri.
Tiba-tiba jam tangan itu terjatuh dan mengenai dada Alya. Ricky berusaha menangkap jam tangan yang terjatuh itu. Dan dengan gerakan yang ceroboh, Ricky 'tanpa sengaja' membelai bukit kenyal Alya dengan punggung tangannya.
"Oops, maaf. Aku ga sengaja lho sentuh payudaramu," penjelasan Ricky terasa hambar apalagi ditambah senyum yang semakin melebar.
"Ayo, cepat mulai dihitung 5 menit tantangan ini!" Alya dengan setengah hati mengacuhkan sentuhan tangan Ricky pada payudaranya.
Kait pada jam tersebut tersangkut pada bagian depan BH Alya. Alya benar-benar tidak habis pikir bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi.
Ricky menarik ke atas jam tangan yang masih tersangkut di BH Alya sehingga seluruh bagian depan BH itu terangkat naik. Kedua puting susu Alya terekspos di hadapan ketiga pria itu. Wawan dan Zulfikri mungkin tidak dapat melihat dengan jelas pemandangan indah itu namun dilihat dari raut wajah Ricky, Alya yakin bahwa Ricky sangat menyukai apa yang ia lihat di hadapannya.
Mata Ricky melotot dan berbinar-binar. Kedua alisnya terangkat tinggi-tinggi. Bibirnya terbuka menghiasi senyumnya yang lebar. Dadanya kembang kempis seiring dengan nafasnya yang terdengar semakin berat.

Tanpa sadar Alya melirik ke selangkangan Ricky. Jantung Alya seakan berhenti berdegup ketika ia melihat tonjolan besar di celana Ricky. Wajah Alya bersemu semakin merah saat dirinya secara refleks memvisualisasi Peler Ricky yang sudah keras berereksi di balik tonjolan besar itu. Jika tadi jantungnya serasa berhenti berdetak, kini jantung Alya serasa berdetak dua kali lebih cepat.
Langsung Alya memalingkan wajahnya ke lantai dekat kakinya. Walaupun merasa jijik karena membayangkan Peler Ricky, Alya merasakan api birahinya mulai memercik. "Oh, tidak! Jangan, please. Tahan sebentar lagi! Jangan sekarang!" serunya dalam hati.
"Oho! Kamu kaget yah lihat 'peralatanku'? Apakah batangku lebih besar dari batang Wira? Kamu pernah lihat Peler dia kan? Atau... jangan-jangan kamu belum pernah sama sekali melihat Peler seorang lelaki?"
Pertanyaan demi pertanyaan membuat kepala Alya semakin menunduk malu. Ia tidak berani menatap Ricky lalu memutuskan untuk menutup matanya erat-erat sambil berharap agar bayangan Peler Ricky dapat hilang dari benaknya.


Selagi berusaha mengalihkan pikirannya ke hal-hal lain sambil menutup kedua matanya, Alya tersadar oleh suara tawa geli Wawan dan Zulfikri. Berkat rasa ingin tahunya yang begitu besar akhirnya Alya memutuskan untuk membuka matanya untuk melihat apa yang membuat mereka cekikikan.
Bola mata Alya seperti hendak keluar dari tempatnya saat ia melihat Ricky berdiri di hadapannya dalam keadaan telanjang bulat. Kursi Ricky sudah bergeser ke pinggir ruangan. Pelernya yang tebal dan kekar terlihat sangat besar dan begitu kontras dibanding dengan perawakannya yang pendek. Pandangan Alya menempel lekat-lekat pada batang kejantanan Ricky. Mulut Alya masih menganga saat Ricky mengangkat suaranya.
"Gimana, Alya? Takjub? Peler ini udah membuat banyak wanita bergelinjang penuh kenikmatan. Hahahaha!" tawa Ricky memenuhi ruang training itu. Lalu ia melanjutkan, "Ga usah kuatir. Sehabis 5 menit tantangan ini, kamu pun bisa menikmati batangku kok."
Terbangun dari lamunan Alya mengatupkan mulutnya cepat-cepat dan berseru, "Ayo! Dimulai perhitungan jamnya! Lima menit, kan?"
Kali ini Ricky menuruti permintaan Alya. Ia memencet-mencet jam tangan Zulfikri dan akhirnya berkata, "Ok! Lima menit... set... GO!"
Alya tadi memang sempat mengira obat perangsang itu sudah bereaksi, namun sekarang ia yakin dirinya ternyata belum merasakan reaksi apa-apa. Walaupun demikian, jantungnya semakin kencang berdegup.
"Tiga puluh detik...," kata Ricky perlahan.
Peluh di kening Alya menetes dan jatuh merembes ke kain celananya. Alya merasa 30 detik berlalu dengan sangat lambat. Ia terus berharap obat perangsang itu tidak menimbulkan reaksi apa-apa. Kalaupun obat tersebut memang akhirnya menimbulkan reaksi, Alya sangat berharap reaksi itu baru muncul setelah tantangan ini berakhir.
Sambil memegang jam tangan Zulfikri di tangan kirinya, Ricky menghampiri Alya. Pelernya mengangguk-angguk seirama dengan langkah kaki Ricky. 
Alya mengalihkan pandangannya ke samping namun melalui ekor matanya ia masih dapat melihat batang kemaluan Ricky. Akhirnya Alya menutup kedua matanya.
"Satu menit udah lewat!"
Masih belum ada tanda-tanda reaksi dari obat perangsang itu pada diri Alya. Namun tidak lama setelah itu, Alya merasakan Ricky sedang melakukan sesuatu di dekatnya. Tubuhnya sama sekali tidak disentuh oleh Ricky, tapi Alya dapat merasakan Ricky dari pergerakan udara di sekitarnya.
Sedang serius-seriusnya berkonsentrasi, Alya tiba-tiba merasakan semilir angin berhembus mengenai puting kirinya. Ia mencoba untuk mengacuhkannya namun makin lama hembusan lembut itu semakin kuat.
Lalu tiba-tiba saja hembusan itu terhenti dan berganti dengan hawa hangat yang menyelimuti puting dan daerah sekitarnya. Alya merasakan hawa hangat itu seakan menari-nari dengan liar di putingnya. Tak dapat menahan rasa ingin tahunya, Alya segera membuka matanya dan melihat dari mana sumber tarian hawa hangat tersebut.
Mulut Ricky terbuka lebar di depan payudara kiri Alya dan lidahnya bergetar naik turun dengan cepat seperti gerakan mengipas. Lidah Ricky sama sekali tidak menyentuh putingnya, akan tetapi Alya dapat merasakan tiap jilatan dari angin yang tercipta oleh gerakan lidah Ricky pada putingnya.
"Hey! Ga boleh gitu dong!" seru Alya tanpa berpikir panjang.
Ricky mendongak lalu mengatupkan mulutnya. "Kenapa? Aku ga nyentuh tubuhmu sama sekali, kan?" dalih Ricky.
Alya membuka mulutnya untuk menyanggah namun otaknya tidak dapat menemukan kata-kata untuk ia ucapkan.
"Emangnya kenapa? Lidahku ga bikin kamu terangsang, kan?" kata Ricky sebelum memperagakan gerakan lidahnya lagi kepada Alya.
Alya memalingkan wajahnya ke kanan dan tetap diam seribu bahasa. Ricky mengikuti arah wajah Alya dengan membungkuk di depan payudara kanan Alya. Ia sengaja memilih payudara ini karena ingin Alya melihat wajahnya. Ia kembali menggunakan lidahnya untuk menjilati udara di dekat puting itu.
Alya setengah terpaksa melihat perbuatan Ricky ini. Di satu sisi ia tidak ingin melihat perbuatan jijik ini namun di sisi lain ia juga ingin memastikan bahwa Ricky tidak berbuat curang.
Alya dapat melihat lidah Ricky meliuk-liuk dengan kecepatan yang tak menentu. Kadang lidahnya bergerak dengan cepat, kadang bergerak dengan sangat lambat. Namun satu hal yang pasti, lidah Ricky sering mencapai jarak yang sangat dekat dari putingnya. Ya, Ricky selalu berhasil membuat lidahnya hampir bersentuhan dengan puting Alya.
Sementara matanya tertumpu pada permainan lidah Ricky pada putingnya, Alya tiba-tiba merasakan obat perangsang itu mulai bereaksi lagi pada tubuhnya.
Energi birahi dalam tubuhnya mulai menggeliat keluar dari daerah sekitar payudaranya, perlahan namun pasti.
"Oh, please, jangan!" hatinya menjerit.
Dan benar saja, puting kanannya mulai membesar, tonjolan itu semakin keluar lalu mulai mengeras. Alya cepat-cepat memikirkan hal-hal lain yang dapat mengalihkan perhatiannya dari birahi akibat obat perangsang yang ia minum. Dan ia teringat, "Eh! Udah berapa menit nih?"
Sambil terus meliuk-liukkan lidahnya, ia tidak menjawab pertanyaan itu. Ricky melirik ke wajah Alya. Beberapa detik kemudian Ricky menghentikan apa yang ia lakukan dan berkata, "Kenapa kamu tiba-tiba mau tau? Jangan-jangan..."
Senyum lebar menghias wajah Ricky saat ia mendapati puting kanan Alya sudah berdiri tegang. "Aha! Satu puting selesai, tinggal satu puting lagi!" Ia berpindah ke puting kiri Alya lalu membungkuk untuk memulai.
"Berapa menit lagi? Ayo kasih tahu aku!" pinta Alya dengan nada memerintah.
"Oh iya, aku sampai lupa lihat jam."
Ricky memperhatikan jam Zulfikri beberapa saat sebelum akhirnya berkata, "Masih sekitar 3 menit lagi kok."
Tidak butuh waktu lama untuk puting kiri Alya mengeras dan berdiri tegak. Bayangan lidah Ricky yang nyaris menjilat-jilat putingnya laksana bensin pada api birahinya. Ricky yang sudah berpengalaman dengan wanita dapat menduga hal ini dengan mudah.
"Stop! Kamu curang! Ga boleh gitu dong!" protes Alya.
"Aku ga pernah bilang kalo aku ga boleh melakukan apapun di depanmu, kan? Selama aku ga nyentuh kamu, aku ga langgar syarat yang aku berikan tuh."
"Dua putingmu udah gagal dan yang tersisa cuma tinggal Pokekmu," Ricky berkata penuh bangga. "Ok lah, aku ga akan pakai trik lidahku pada Pokekmu. Tapi untuk itu, kamu ga boleh pakai celana sama sekali."


Setelah mendapat isyarat dari Ricky, Wawan mengambil alih lengan Alya yang dipegang oleh Zulfikri. Lalu tanpa melakukan banyak gerakan yang sia-sia, Zulfikri melucuti celana panjang beserta celana dalam Alya dengan cepat.
Walau meronta-ronta dan berteriak-teriak menyuruh Zulfikri untuk menghentikan perbuatannya, pada akhirnya Alya hanya dapat menerima nasibnya harus bertelanjang di hadapan ketiga pria yang sudah dikuasai nafsu birahi ini.
"Masih ada 2 menit lagi," Ricky mengingatkan.
Obat perangsang wanita itu terus memberi reaksi pada kedua putingnya. Kedua puting susunya tetap keras dan berdiri tegak walau sudah tidak dirangsang oleh Ricky. Satu hal yang membuat diri Alya agak lega adalah ia tidak merasakan efek apa-apa pada Pokeknya.
Melihat ekspresi muka Alya yang menjadi tenang, Ricky mendekatinya dan memperhatikan dengan seksama kedua puting Alya. Satu persatu ia teliti dengan serius. Alya merasa risih mendapati Ricky yang bertelanjang bulat berdiri hanya sejangkauan tangannya, memandangi payudaranya seperti itu.
Tanpa berkata apa-apa, Ricky mulai mengocok-ngocok batang Pelernya yang sudah berereksi maksimal. Pertama-tama ia mengocoknya perlahan dan setelah beberapa waktu, kecepatan kocokannya menjadi bervariasi dan tidak menentu.
"Oooooohhhh...," terdengar lenguh panjang dari mulut Ricky. Alya melirik sekilas namun pandangan matanya mau tidak mau melekat pada kepala Peler Ricky yang baru saja mengeluarkan pre-cum, cairan bening yang berfungsi sebagai pelumas. Tanpa Alya sadari, ia membasahi bibirnya sendiri dengan lidahnya lalu menelan ludah.
"Aseeem! Kenapa aku ini? Masa sih aku benar-benar jadi terangsang gara-gara melihat dia?" umpat Alya dalam hati. "Lebih baik aku tutup rapat-rapat mataku dan pendengaranku. Ayo, alihkan pikiranmu ke hal-hal lain!"

Melihat Alya menutup matanya rapat-rapat sementara dada Alya mulai naik turun mengimbangi nafas yang mulai memberat, Ricky sudah dapat menebak apa yang sedang terjadi pada diri Alya. 
Lalu Ricky menganggukan kepalanya, memberi isyarat kepada Wawan dan Zulfikri. Wawan menarik kedua tangan Alya ke atas dan menyatukan keduanya di belakang kepalanya. Dengan celana panjang yang ia lucuti tadi, Zulfikri mengikat kedua tangan Alya dengan cekatan.
Alya terkejut dan membelalak. "Hei, apa-apaan ini?! Kalian ga akan berbuat curang, kan??"
"Tenang.... (hhh) ... Tantangan ini... (mmhhh) ... masih berlangsung... (hhhh) ... secara fair kok... (nnhhh) ...." jawab Ricky dengan nafas terengah-engah.
Melihat Peler yang masih ia kocok-kocok tersebut sudah berubah menjadi merah gelap, Alya spontan menutup matanya kembali.

Kain celana panjang yang digunakan untuk mengikat tangan Alya masih tersisa dan menjuntai panjang. Zulfikri menarik juntaian kain tersebut ke belakang lalu diikatkannya ke sandaran kursi tempat Alya duduk. Hal ini menyebabkan kedua tangan Alya tertarik ke belakang dan payudaranya terdorong ke luar.
"Ah!" pekik Alya pelan. Posisi tubuhnya sangatlah tidak nyaman. Kedua tangan yang tertarik di belakang kepalanya menyebabkan kedua sikut Alya menunjuk ke langit-langit, dada membusung, dan panggulnya tertekan ke bawah yang berarti... kemaluan Alya menekan kuat ke permukaan kursi yang ia duduki.
"Duh, ga boleh gini nih! Kalo kemaluanku sampai bergesek-gesek dengan kursi ini dapat dipastikan aku bakalan jadi basah," pikir Alya cepat. Oleh karena itu Alya membuka kedua kakinya sehingga ia dapat mengangkat lalu memajukan pantatnya sampai ke ujung kursi. Setidaknya kini bibir Pokek dan klitorisnya tidak bersentuhan dengan permukaan kursi lagi.
Melihat kesempatan ini, Zulfikri dan Wawan segera memegangi kedua paha Alya agar ia tidak dapat menutup kedua pahanya kembali. Alya tidak dapat berkutik lagi. Selangkangannya terpampang untuk mereka bertiga. Alya dapat merasakan dinding-dinding Pokeknya mulai meleleh perlahan-lahan. "Sialaaaaaan!" umpatnya dalam hati, "Moga-moga cairanku ga banyak dan ga sampai mengalir keluar."
Kini tantangan itu masuk ke menit terakhir. Ricky semakin mempercepat tangannya yang mengocok-ngocok batang kejantanannya yang kekar itu, sementara Alya masih terus memejamkan matanya.

"Ayo... (hhh) ... tidak perlu ... (hhh) ... malu-malu ... (hhh) ... untuk ... (hhh) ... melihat indahnya Pelerku! ... (mmmhh) ... Aku tahu ... (hhh) ... kamu pernah bayangin ... (ahhh) ... dalam fantasimu. ... (unhhh) ... Aku juga sering kok ... (ohhh) ... bayangin kamu ... (mhhh) ... dalam ... (aahhh)... fantasi-fantasi liarku."
Alya tidak menggubris kata-kata Ricky. Pokeknya masih terlihat kering dan kelihatannya ia dapat menahan gejolak birahinya sampai saat ini. Mungkin saja Alya dapat lolos dari tantangan ini.
"Ohhhh... Alyaaaa... I love youuuuuu!"
Lalu tanpa ada tanda apa-apa, tubuh Ricky bergelinjang kuat. "Nnnnnnggggghhhh!" lenguh Ricky dengan kuat. Sperma tersembur kencang dari mulut Peler Ricky, tersemprot jauh dan mendarat di pipi dan bibir Alya.
"AWW!" pekik Alya kaget merasakan lendir panas mengenai wajahnya. Ia membuka matanya dan melihat Peler Ricky menyemburkan luapan-luapan lendir sperma panas ke tubuhnya. Dua semprotan pertama mengenai wajah dan dada Alya, setelah itu diikuti oleh semprotan-semprotan yang lebih lemah ke perut dan paha Alya. Dan satu gumpalan kental sperma Ricky yang terakhir melompat dan mendarat tepat di bagian atas kemaluan Alya.

Ricky merasakan kakinya menjadi lemas sehingga ia harus berlutut untuk menopang berat badannya. Pelernya yang masih tegak berdiri dengan angkuhnya sesekali berkejut-kejut setelah baru saja melewati ejakulasi yang dahsyat. Batang itu terlihat mengkilap karena basah oleh cairan spermanya sendiri yang melimpah ruah.

Alya masih menganga tidak percaya apa yang baru saja ia lihat dengan mata kepalanya sendiri. Selama beberapa detik mereka berempat tidak bersuara dan juga tidak banyak bergerak. Mereka seakan tercengang oleh kedahsyatan ejakulasi Ricky.
Akhirnya Alya terbangun dari kekagetannya saat ia merasakan sperma Ricky meleleh turun dan akhirnya masuk ke celah bibir Pokeknya. "OH, TIDAAAAK!" Mata Alya terbelalak.
"STOP! STOP! Jangan sampai spermanya masuk! Lepasin aku! Cepaaat!" teriak Alya sambil meronta-ronta sekuat tenaga.
Zulfikri dan Wawan tidak berniat untuk melepaskan paha Alya. Mereka hanya saling berpandangan dan tersenyum nakal. Ricky yang masih berlutut, mengatur pernafasannya agar menjadi lebih teratur.
Lalu Ricky berdiri dan berkata, "Berarti kita udah tidak perlu lagi mengecek apakah Pokekmu basah atau tidak, kan? Hahahaha...!"
"Sialaan! Kamu curang! Aku ga terima!"
"Lho? Perjanjiannya kan: aku akan melepaskan kamu kalo dalam waktu 5 menit, puting susumu tidak menjadi keras dan Pokekmu tidak menjadi basah. Gitu, kan?" sanggah Ricky.
"Tapi...," Alya hendak membantah namun akhirnya mengurungkan niatnya. Ia merasa tidak ada gunanya untuk berdebat dengan mereka. Pada kenyataannya, memang benar Pokeknya kini menjadi basah oleh lelehan sperma Ricky. Selain bagian luarnya basah, Alya sendiri pun sebenarnya merasakan dinding-dinding Pokeknya sudah mengeluarkan cairan pelumas akibat efek dari obat perangsang yang ia minum.

"Ha! Berarti kita bisa berpesta pora! YAAAAAAY!" seru Ricky penuh kemenangan.

Ricky mengambil tissue dari kamar mandi lalu menyeka Pokek Alya yang berlumuran sperma. Alya merinding saat merasakan sensasi gesekan tissue pada bibir kemaluannya. Setelah kering Ricky berjongkok di hadapan selangkangan Alya.
Alya merasakan bulu-bulu kemaluannya mengenai wajah Ricky. Hidung dan bibir Ricky hanya terpaut beberapa milimeter dari bibir Pokek Alya. Deru nafas Ricky keluar dari mulut dan hidungnya tidak menolong usaha Alya untuk meredam nafsu birahinya.
"Hey! Ayo cepat! Buruan selesaiin semua ini! Aku ga mau berlama-lama kek ini!" bentak Alya tak berdaya.
"Oho! Rupanya tuan putri udah nggak sabar pengen diservis nih?" ejek Zulfikri.
"Asyiiiik. Kita pun ndak perlu sungkan-sungkan lagi kalo gitu!" tambah Wawan.
Wawan dan Zulfikri menanggalkan pakaian mereka satu per satu. Baju, celana dan pakaian dalam semua mereka tanggalkan dalam waktu kurang dari satu menit. Ternyata Peler mereka berdua pun sudah berereksi penuh.
Alya melihat Peler Zulfikri; agak pendek, tidak sepanjang Peler Ricky namun jauh lebih tebal dari Peler Ricky. Otot-otot pada batang kemaluan Zulfikri terlihat sangat kekar dan keras. Lalu Alya menoleh ke Wawan. Peler Wawan yang paling kecil dari mereka bertiga. Pendek, ramping dan sedikit bengkok. Mirip dengan Peler Wira, pikir Alya tanpa sadar.
Mendapati ketiga pria ini jadi terangsang karena dirinya membuat kemaluan Alya meleleh dalam seketika. Aliran darah pada dinding Pokeknya terasa deras mengalir dan memperlancar mengalirnya cairan cinta keluar dari bibir kemaluannya.
Ricky dengan mudah dapat melihat betapa terangsangnya Alya. Nafas yang memburu, dada yang naik turun dengan puting sekeras penghapus pensil, pipi dan leher yang merona merah, dan cairan cinta yang merembes keluar dari bibir kemaluan, Alya tidak dapat lari dari kenyataan bahwa dirinya sudah benar-benar sangat terangsang.

Tanpa membuang waktu, Ricky menuntun ujung kepala Pelernya yang besar itu menyelinap masuk ke celah bibir Pokek Alya. Walau hanya sebagian kecil kepala Peler yang masuk, namun mulut Pokek Alya sudah terasa penuh sesak. Zulfikri dan Wawan sibuk menggerayangi payudara Alya. Ada sensasi tersendiri yang Alya rasakan atas dua pasang tangan menjamah tubuhnya dengan penuh birahi. "Mereka benar-benar menginginkan diriku!"
Alya berkonsentrasi pada kepala Peler Ricky yang sudah bersiap merobek selaput keperawanannya. Ia mencoba mengantisipasi rasa sakit yang mungkin akan ia rasakan sebentar lagi. Konsentrasinya langsung buyar saat tubuhnya melonjak kaget karena jari-jari Zulfikri menjepit keras puting susunya.
"AAWW!" teriak Alya sambil menatap Zulfikri dengan marah.
Dengan satu gerakan yang kuat dan mantap, Ricky menekan pinggulnya dan batang Peler Ricky menyeruak masuk, merobek dengan sukses selaput dara yang Alya jaga untuk dipersembahkan kepada kekasihnya. Alya tidak dapat mengungkapkan dengan kata-kata rasa sakit yang ia rasakan saat itu.

Yang pasti air matanya langsung mengalir, telinganya pengang mendengar jeritan yang keluar dari mulutnya sendiri, tubuhnya menegang, dan otot-otot Pokeknya mengencang rapat. Ia berharap dengan merapatkan dinding-dinding Pokeknya dapat mendorong keluar Peler Ricky.
Setelah selesai merapatkan otot-otot Pokeknya, Alya mendapatkan batang kejantanan Ricky masih bersemayam di dalam tubuhnya. Alya menangis sejadi-jadinya karena menyadari keperawanannya sudah terenggut. Selamanya hilang dan selamanya dirinya tidak dapat lepas dari kenyataan bahwa orang yang merenggut keperawanannya tak lain adalah Ricky, pria yang tidak ia cintai.
Ricky tidak ingin menambah rasa sakit Alya sehingga ia tidak menggerakkan tubuhnya sama sekali. Dengan penuh perasaan Ricky membelai rambut Alya sambil berbisik, "Maaf... maaf, Alya... Sakit ya? Aku ga keburu-buru kan? Shhhh... udah, udah... jangan nangis lagi. Semua bakalan baik-baik aja, OK? Ga usah kuatir, rasa sakitnya cuma sebentar kok. Aku jamin deh, sebentar lagi kamu pasti bakal ngrasain kenikmatan..."

Suara dan kata-kata Ricky yang lembut terasa sangat menenangkan hati Alya. Dan benar saja, rasa sakit yang Alya rasakan sudah hilang tak berbekas. Perlahan-lahan saraf-saraf di liang kewanitaannya mulai merasakan tebal dan kerasnya Peler Ricky.
Ricky menggerakkan pinggulnya sedikit demi sedikit, masih berhati-hati agar tidak menyakiti Alya. Tanpa kesulitan yang berarti Peler Ricky bergerak-gerak maju mundur di liang sempit Alya. Cairan pelumas yang dikeluarkan oleh tubuh Alya sangat membantu dalam hal ini.

"Aaaahhhh! Kamu ternyata udah basah bangeeeet!"

Mata Alya membesar. Ia sendiri baru tersadar betapa basah liang kewanitaannya saat itu. "Nggak... ga mungkin! pokek ku ga basah!... pokek ku ga basah!" gumam Alya.
"Hohoho, jelas SANGAT basah! Kamu ga usah bantah lagi deh, Alya. Pelerku sekarang lagi ada di dalam tubuhmu. Jadi udah pasti aku tau betapa basahnya kamu."
Ricky menarik batang Pelernya keluar namun masih menyisakan kepala Pelernya terkubur dalam celah sempit Alya. Dari bagian yang keluar itu, mereka melihat batang Ricky mengkilap karena berlumuran lendir dari Pokek Alya.
"Wah wah wah... ga nyangka Alya ternyata punya nafsu seks yang tinggi banget," ejek Ricky.
"Nggak! Bukan gitu! Aku ga terangsang! Ini kan akibat reaksi dari obat perangsang yang kalian masukin ke minumanku!" bantah Alya.
Ketiga pria itu saling berpandang-pandangan selama beberapa waktu sebelum akhirnya gelak tawa mereka bertiga meledak memenuhi ruangan itu. Alya kebingungan melihat reaksi mereka ini. "Apanya yang lucu?!" bentak Alya.
Setelah tawanya reda Ricky menjelaskan, "Alya, Alya... Siapa bilang minumanmu itu ada obat perangsangnya?? Kamu benaran ga tau yah? Minumanmu itu sebenarnya cuma campuran Red Bull, teh dan garam dikit. Kita sama sekali ga masukin obat perangsang!"
Alya tidak mempercayai penjelasan Ricky sedikitpun. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya, "Bohong! Kamu bohong! Aku ga percaya omonganmu!"
"Hahahaha! Jadi kamu lebih percaya kalo tadi kamu minum obat perangsang soalnya saat ini kamu udah sangat terangsang, kan? Jadi dengan kata lain...," Ricky berhenti sejenak, "kamu jadi terangsang cuma dengan lihat aku bermasturbasi, bahkan tanpa aku sentuh kamu sama sekali?"
"NGGAK! Aku ga mau percaya kata-katamu!"
"Terserah, deh. Yang pasti saat ini tubuhmu udah pengen banget Pelerku masuk lagi," Ricky berkata dengan mata tertuju pada lelehan yang keluar dari Pokek Alya, mengalir ke batang Peler Ricky lalu menetes ke lantai.

"Anu... itu...," kali ini Alya tidak dapat meneruskan kalimatnya. Ia sadar bahwa perkataan Ricky benar adanya. Pokeknya berdenyut-denyut dengan liar, persis seperti yang biasanya ia rasakan saat dirinya dalam kondisi yang amat sangat terangsang.
Tanpa menunggu lebih lama lagi, Ricky mendorong masuk Pelernya. Batang kemaluannya masuk dengan sangat perlahan, sentimeter demi sentimeter Ricky nikmati dengan suara lenguhan penuh gairah. Lenguhan Ricky berpadu dengan suara desah Alya yang sudah tidak berhasil ia tahan lagi.
Tak lama setelah itu suara lenguh, rintih dan desah Alya dan Ricky mulai saling bersahut-sahutan, saling berganti-gantian mengisi ruangan yang sudah semakin kental dengan aroma seks. Kecupan bibir, remasan jari-jari, jilatan lidah, gesekan kulit dengan kulit dari Wawan dan Zulfikri menambah semarak pesta birahi keempat insan di ruangan tersebut.
Tubuh Alya bergoyang-goyang seirama dengan hentak pinggul Ricky yang semakin bertenaga dan cepat. Mata Alya yang setengah terpejam itu tiba-tiba berdelik, mulutnya membentuk huruf A, paru-parunya menarik udara sebanyak-banyaknya dari hidung dan mulutnya.

Sambil menahan nafasnya selama beberapa detik, pupil matanya semakin membesar dan dahinya berkerut. Lalu dengan satu erangan keras, Alya melepaskan semua pertahanan tubuhnya lalu berorgasme dengan dahsyatnya.

"AAAAAAAAAAHHHHHHHHHHHH!" mata Alya terpejam kuat-kuat, kedua kakinya melingkar di pinggang Ricky lalu menguncinya dengan kencang, ia mencengkram lengan Ricky sekuat tenaga.
Detik berikutnya dinding Pokek Alya berkejut-kejut dengan ritme yang tak menentu. Liang kewanitaannya berusaha menyedot batang Ricky masuk lebih dalam lagi. Otot perut dan otot paha Alya bergetar-getar setelah rasa nikmat itu dalam sekejap menjalar ke seluruh pelosok tubuhnya.
Setelah sekian lama menahan dirinya untuk tidak berejakulasi, Ricky harus menghentikan apapun yang ia kerjakan saat itu. Jika tidak, ia yakin dirinya tidak dapat menahan sensasi yang dirasakan pada Pelernya, belum lagi ditambah dengan melihat ekspresi wajah Alya yang sangat erotis.
Baru saja beberapa detik setelah Alya menjadi tenang, Ricky yang berusaha sekuat tenaga untuk menahan ejakulasinya akhirnya tidak dapat menahan dirinya lagi. Ia mendekap erat-erat tubuh Alya lalu menekan masuk Pelernya sedalam mungkin. Bersamaan dengan itu, dari kepala Pelernya menyembur luapan-luapan sperma panas yang menabrak dinding-dinding liang kewanitaan dan juga mulut rahim Alya.
Hal ini membuat Alya orgasme yang kedua kalinya. Alya balas memeluk tubuh Ricky erat-erat. Ia memejamkan kedua matanya sekuat tenaganya dan berteriak, "WIRAAAAAAA.... MA-AAAAAAAAAF!!!" pokek ku udah ngak perawan lagi.....